Umberto Eco terkenal di
seluruh dunia melalui dua novelnya, The
Name of The Rose, dan Foucault’s
Pendulum. Kedua karya ini mengarah ke aspek-aspek masa lalu dan masa kini
dalam teori tentang tanda. Eco lahir pada tahun 1932 di Italia. Sebelum menjadi
ahli semiotika, ia belajar filsafat dan mengkhususkan diri pada teori estetika
dan filsafat Abad Pertengahan.
Menurut pandangan Cox
(2001:4), Eco merupakan salah satu orang bijak dewasa yang tidak tertarik pada
penyangkalan keberadaan orang-orang beriman namun dengan sungguh-sungguh
berusaha mencari iluminasi yang berbeda dari dasar umum yang sama. Berkaitan
dengan semiotika, belakangan ini semiotika menunjukkan perhatian besar dalam
produksi tanda yang dihasilkan oleh masyarakat linguistik dan budaya. Berbeda dengan
konsep yang lebih statis yang diajukan Ferdinand de Saussure tentang tanda dan
pendekatan taksonomis semiotika, serta pendekatan semiotika Charles Sanders
Peirce yang bersifat dinamis tanda dalam bukunya Theory of Semiothics (1976, 1979).
Buku A Theory of
Semiotics secara eksplisit terkait dengan suatu teori tantang pembangkitkan
koda dan tanda, titik tolak yang mendasarinya adalah pengertian Peirce tentang
semiosis yang tak terbatas terkait dengan sejenis penengah dalam kaitannya
dengan kedudukan pembaca. Tanda menurut Eco, tidak hanya mewakili sesuatu yang
lain, namun juga mesti ditafsirkan. Eco ingin menghindari kemungkinan makna
tunggal di satu sisi, melawan makna yang tak berhingga banyaknya di sisi lain.
Akan tetapi, semiosis tak terbatas lebih terkait dengan pengertian
“interpretant” dari Peirce di mana makna ditetapkan dalam kaitannya dengan
kondisi kemungkinan.
Secara umum, kode bisa berbentuk tunggal, jenis kode
morse di mana suatu kode tertentu (garis dan titik) sesuai dengan sekumpulan
tanda, yaitu huruf-huruf abjad. Walaupun dia memberikan sejumlah contoh dalam
jenis-jenis kode ini, minatnya yang utama adalah dalam bahasa sebagai yang
tersusun atas langue (di mana kode =
tata bahasa, sintaksis, sistem) dan parole
(laku bahasa). Tanpa kode, tanda-tanda suara atau garfis tidak memiliki arti
apapun dan dalam pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara linguistik.
Makna dari “sarana-tanda” (misalnya kata atau iamji)
bersifat bebas terhadap objek yang dianggap nyata. Dengan kata lain, di sini
perlu dihindari “kesalahan perujukan”. Eco juga menyadari bahwa kode memilki
konteks. Konteks ini adalah kehidupan sosial dan kultural. Oleh sebab itu,
“satuan-satuan kultural adalah tanda bahwa kehidupan sosial telah memberi kita:
buku-buku penafsir imaji, tanggapannya yang sesuai untuk menafsirkan pertanyaan
yang mendua, kata-kata untuk menafsirkan definisi dan demikian pula sebaliknya.
Sisi lain dari teori tentang pembentukan kode adalah
teori tentang pembentukan tanda. Dalam pembahasannya tentang pembentukan tanda,
Eco menitik beratkan lagi perhatian pada ketegangan antara unsur-unsur yang
bisa dicocokkan, atau diramalkan, oleh kode (bdk. simbol, dalam terminologi Peirce), dan yang tidak bisa
dicocokkan dengan mudah (ikon, dalam terminologi Peirce). Eco menyatakan bahwa
unsur dalam kategori pertama disebut sebagai ratios facilis, dan yang kedua adalah ratio difficilis. Semakin kita dekat dengan ratio dificilis, semakin besar tanda dari objek itu sendiri. Ikon
adalah kategori tanda yang menampilkan ini dengan sangat jelas.
Menurut Eco, unsur-unsur pokok dalam tipoloig cara pembentukan
tanda adalah :
1.
Kerja fisik : upaya yang dilakukan untuk membuat
tanda.
2.
Pengenalan : objek atau peristiwa dilihat
sebagai suatu ungkapan kandungan tanda, seperti tanda, gejala, atau bukti.
3.
Penampilan : suatu objek atau tindakan menjadi
contoh jenis objek atau tindakan.
4.
Replika : kecenderungan ke arah ratio difficilis secara prinsip, tetapi
mengambil bentuk-bentuk kodifikasi melalui penggayaan. Contohnya adalah notasi
musik, tanda matematika, dll.
5.
Penemuan : kasus yang paling jelas dari ratio difficilis. Sebagai uang tidak
terlihat oleh kode; menjadi landasan suatu kontinuun materi baru.
Tema pokok dalam karangan Eco yang berjudul Semiotics and the Philosophy of Language
berhubungan dengan perbedaan antara struktur kamus dan ensiklopedia.
Sebenarnya, agar bisa berfungsi dengan baik secara jaringan kata-kata yang
memberikan kesempatan, munculnya makna-makna baru, maka kamus haruslah mirip
dengan ensiklopedia. Eco mengatakan, “ini sebenarnya mirip dengan ensiklopedi
terselubung”. Oleh sebab itu, ensiklopedia bisa menjadi model bahasa yang umum,
suatu cara pengungkapan tanpa memaksakan suatu globalitas semu dan terbatas. Akhirnya,
yang mungkin merupakan sumbangan Eco terbesar pada teori semiotika adalah
upayanya dalam menunjukkan bahwa bahasa itu mirip dengan ensiklopedia, seperti
yang ditemukan oleh philosophes abad
kedelapan belas.
Daftar Pustaka
Kaelan, 2009, “Filsafat
Bahasa Semiotika dan Hermeneutika”, Yogyakarta: Paradigma
Lechte, John, 2001, “50
Filsuf Kontemporer”, Yogyakarta: Kanisius