Kota Pontianak memiliki kain
khas tradisional yang disebut kain corak insang. Kain ini biasanya dipergunakan
untuk melengkapi pakaian tradisional.Untuk kaum perempuan digunakan dengan baju
kurung sedang untuk laki-laki digunakan untuk’teiok belanga. Kain ini biasanya
digunakan pada acara-acara tradisional seperti perkawinan.
Dewasa ini, mulai dari pegawai
negeri sipil hingga murid sekolah mengunakan baju bercorak insang ini. Bahkan,
corak ini menjadi identitas Kota Khatulistiwa. Bahkan beberapa designer dari
Kota Pontianak mulai memadu-padankan corak insang ini ke dalam design
pakaiannya dan dipamerkan hingga ke tingkat nasional dan internasional. Corak
insang juga sudah akrab dipakai anak muda lewat padu padannya yang serasi.
Batik memang warisan budaya negara kita yang sempat
heboh perebutannya dengan negara tetangga. Tetapi tidak semua batik kan diklaim
oleh mereka? Contohnya batik corak insang ini yang kayaknya belum banyak yang
mengenalnya. Dari smeua corak batik yang saya kenal memang corak insang aalah
yang paling saya sukai dan selain itu saya juga suka yang corak dayak
Kalimantan. Bukan karena saya lahir dan besar di Kalimantan Barat tetapi karena
coraknya yang simpel.
Motif corak insang tak hanya melekat
pada pakaian saja. Tas, dompet, sendal, sepatu, dan aksesoris lainnya, juga
banyak yang menggunakan motif corak insang. Aksesoris motif ini laku di tokoh
cinderamata dan diminati para wisatawan lokal dan internasional yang berkunjung
ke kota ini.
Masa Kerajaan Pontianak atau
Kesultanan Kadriyah Pontianak bermula dari tahun 1771 hingga tahun 1950. pada
masa-masa kebesaran dan kejayaan kerajaan Melayu tersebut kegiatan bertenun
dalam masyarakat Melayu Pontianak berlangsung dengan semarak. Konon motif
tertua ini sudah dikenal sejak masa pemerintahan sultan pertama Pontianak
Syarif Abdurrahman Alkadri, 1771-1808. Dikenalnya kain tenun corak insang dari
masyarakat Melayu Pontianak, tak terlepas dari rangkaian sejarah Kesultanan
Kadriyah Pontianak itu sendiri.
Jenis tenun ini pada umumnya tidak
menggunakan bahan baku benang emas. Model Corak Insang sebenarnya memiliki
kemiripan dengan tenun Cual dari Sambas, di mana perbedaannya terletak pada
motif-motifnya saja. Kain tenun, termasuk tenun Corak Insang, mula-mula
digunakan oleh kerabat kesultanan. Lambat laun digunakan kalangan bangsawan dan
kerabat kerajaan yang memiliki kemampuan lebih.
Namun dalam perkembangan berikutnya,
kain corak insang khususnya, dipergunakan pula oleh kalangan masyarakat Melayu
umumnya. Sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya Kerajaan Pontianak, khususnya
melalui hubungan perdagangan, pemasaran hasil tenunan berupa kain corak insang
pun memperoleh tempat tersendiri. Sehingga tak ada pengecualian pula,
perdagangan hasil tenunan masyarakat Melayu Pontianak ini dengan sendirinya
menjadi salah satu faktor penunjang timbulnya proses integrasi antardaerah dan
menjurus pula terhadap aliran besar kultural yang membawa unsur dan supremasi
kebudayaan lainnya.
Di samping juga melalui hasil
kerajinan tenun corak insang ini mengantarkan perkenalan antar suku bangsa,
terutama yang dilakukan para pendatang yang memberi kemungkinan terbukanya
komunikasi dalam pertukaran pengalamannya akan menjurus pada kesadaran tentang
kesauan dari suku bangsa seluruh tanah air.
Makna Filosofis
Dalam kehidupan sehari-hari, budaya
suatu masyarakat akan melatarbelakangi dalam aktivitas anggota masyarakatnya.
Di samping itu, untuk menunjukkan jati diri dari suatu masyarakat, memiliki
kecenderungan menonjolkan salah satu dari hasil budayanya yang sifatnya
spesifik yang dapat digunakan untuk membedakan dengan budaya kelompok
masyarakat lainnya. Demikian pula halnya dengan kelompok masyarakat Melayu di
Nusantara yang memiliki cirri umum dalam bidang tenun, utamanya tenun songket.
Untuk membedakan kelompok masyarakat
Melayu Pontianak dengan kelompok masyarakat Melayu lainnya di bidang tenunan
ini, masyarakat Melayu Pontianak secara khusus memiliki kerajinan tenun yang
turun temurun dinamakan dengan Tenun Corak Insang atau hasil tenunannya dikenal
dengan Kain Tenun Corak Insang. Jenis tenunan ini pada umumnya tidak
menggunakan bahan baku benang emas. Ini antara lain yang membedakannya dengan
tenunan Melayu Kalimantan Barat lainnya, seperti hasil tenunan Melayu Sambas,
Mempawah, Sanggau, Sintang dan Ketapang ataupun daerah lainnya.
Pada perkembangan berikutnya, hasil
tenun berupa kain corak insang menjadi pakaian sehari-hari masyarakat Melayu
Pontianak dan sekitarnya. Dalam periode itu pula kemudian muncul beberapa motif
tenun corak insang, yang dikenal luas, antara lain Corak Insang Berantai, Corak
Insang Bertangkup, Corak Insang Delima, Corak Insang Awan, Corak Insang
Berombak, Corak Insang Bertapak Besar dan lain sebagainya.
Di awal perkembangannya, kain tenun corak
insang dihasilkan dari pengaruh kehidupan dan budaya masyarakat Melayu
Pontianak yang mendiami kawasan sepanjang Sungai Kapuas. Kehidupan sebagai
nelayan yang menjadi profesi masyarakat ini menjadikan ikan sebagai salah satu
media pengungkapan atau diwujudkan sebagai ekspresi seni yang dijabarkan
sebagai motif atau corak dari hasil tenunan yang dihasilkannya. Ikan yang
dimaksudkan tersebut bukanlah gambar seekor ikan secara utuh, tetapi salah satu
bagian terpenting dari anatomi ikan, yaitu yang paling vital yang oleh
masyarakat Melayu Pontianak dinamakan dengan insang ikan. Inilah yang dijadikan
sebagai obyek manifestasi apresiasi masyarakat penghasil kain tenun tersebut.
Dalam pertumbuhan dan kemudian
perkembangan budayanya, apresiasi akan insang tersebut menjadi suatu
kesepakatan budaya masyarakat Melayu Pontianak untuk mengidentifikasikan hasil
tenunan mereka dengan sebutan Kain Tenun Corak Insang. Meski demikian,
sebetulnya pada masa yang bersamaan di awal pertumbuhan dan mula perkembangan
tenun corak insang tersebut, masyarakat Melayu Pontianak juga menghasilkan
hasil tenun tradisional yang dikenal dengan nama Tenun Sisip dan Tenun Celup
atau Tenun Ikat.
Untuk membedakan antara kain tenun
corak insang dengan dua jenis disebutkan terakhir tadi, di mana Tenun Sisip
adalah penenunan yang khusus untuk mengerjakan kain bersulamkan kelingkang,
seperti kain tabir, selendang, bahan baju dan kain untuk pengantin. Biasanya
kain Tenun Sisip ini diperkenalkan dengan nama Kain Belande atau juga Tenun
Tumpu. Sedangkan Tenun Celup atau tenun Ikat adalah tenunan khusus untuk
mengerjakan kain insang dan juga kain pelekat. Ukurannya lebih panjang sehingga
dinamakan dengan Tenun Gantung.
Sebetulnya penamaan corak insang
untuk hasil tenunan tradisional masyarakat Melayu Pontianak ini yang
terinspirasikan dari insang ikan, juga mengandung makna filosofis di dalamnya.
Makna filosofis tersebut antara lain menggambarkan alat kehidupan, yaitu
pernapasan pada ikan. Ini mengandung makna sebagai hasil akal-budi untuk
menunjang kehidupan. Kemudian mengandung pengertian sebagai bagian dari
kehidupan masyarakat pesisir yang mendiami sepanjang aliran Sungai Kapuas yang
dikenal luas sebagai nelayan.
Daftar Pustaka
http://efprizan.blogspot.com/2008/01/sambut-tren-mode-etnik-2008.html
http://www.honeylizious.com/2013/04/lets-talk-about-pontianak-5-batik-corak.html