Friday, April 19, 2013

sosialitas dan kebebasan dalam kasus penyerangan LP Cebongan

at 4/19/2013
Beberapa waktu lalu, seluruh rakyat Indonesia digegerkan oleh sebuah berita tentang penyerangan sebuah lembaga pemasyarakatan disalah satu wilayah di Yogyakarta. Penyerangan tersebut mengakibatkan empat orang korban tewas. Pelaku penyerangan tersebut diduga berasal dari kelompok tertentu. Masyarakat terbentuk menjadi suatu kelompok-kelompok tertentu dengan berbagai motif dan tujuan. Masyarakat tersebut terwujud berkat manusia saling bertemu dan bersatu, saling setuju dan sepakat, untuk hidup dalam ikatan sosial[1]
Penyerangan terhadap sebuah lembaga pemasyarakatan merupakan tindakan kriminal yang sangat mencoreng citra hukum Indonesia. Tempat yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman bagi pelaku kejahatan setelah divonis di pengadilan, menjadi tempat yang paling menakutkan pada saat itu.
Setiap manusia memiliki jiwa individualitas dan sosialitas. Sosialitas berarti melibatkan diri dengan orang lain, karena manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Sosialitas dapat dipahami secara negatif, karena individu dapat berbahaya bagi individu yang lain[2]. Seperti teori Homo homini lupus Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa manusia adalah ‘serigala’ bagi manusia lain. Term serigala dalam teori tersebut dapat diartikan sebagai sebuah ancaman yang mengganggu manusia lain. Ancaman dapat berupa gangguan fisik atau mental yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti sosial, politik, ekonomi, dsb.
Dalam taraf tertentu, tingkatan manusia dan hewan bisa saling bertukar. Ketika hewan telah dijinakkan, dia akan dengan mudah diatur. Tetapi, manusia bisa termasuk dibawah tingkatan hewan ketika membunuh sesama manusia. Hewan yang satu spesies bahkan tidak saling membunuh dalam mempertahankan hidup. Namun, manusia bisa saling membunuh demi kepentingan individu ataupun kelompok, seperti yang terjadi pada penyerangan LP Cebongan. Hak hidup manusia tidak lagi diperhatikan atas nama solidaritas.

Kasus Penembakan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan
Penembakan Cebongan adalah peristiwa penembakan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 23 Maret 2013. Penembakan dilakukan oleh beberapa orang tak dikenal dan menyebabkan empat orang tewas. Empat korban tewas merupakan pelaku pengeroyokan seorang anggota Kopassus bernama Heru Santosa hingga tewas di Hugo’s CafĂ© beberapa hari sebelumnya
Menurut berita dalam situs kompas pada Jumat, 12 April 2013, penyerangan itu disebut berlatar belakang jiwa korsa (korps kesatuan) yang kuat terkait pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe pada 19 Maret 2013. Empat tersangka pembunuhan Santosa yang kemudian ditembak mati, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait[3]. Keempat korban berasal dari Nusa Tenggara Timur, dengan rincian tiga orang berasal dari Kupang dan satu orang berasal dari Flores.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro  menganggap penyerangan lapas hingga pembunuhan empat tahanan merupakan spontanitas dan tidak direncanakan. Selain itu, kata Purnomo, jajaran pimpinan TNI tidak mengetahui peristiwa tersebut, apalagi menjadi kebijakan[4].
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar berpendapat bahwa ada kemungkinan penyerangan tersebut terkait dengan peredaran narkoba di Indonesia. Dugaan ini muncul karena salah satu korban tewas dalam penembakan itu diduga memiliki informasi mengenai peredaran narkoba. Bambang lebih jauh menjelaskan bahwa ada kecenderungan konflik antaragen bandar, yaitu polisi yang meninggal (salah satu korban penembakan) dengan Heru Santosa. Bambang bahkan mengatakan bahwa kedua pihak tersebut sama-sama berada di bawah kekuasaan sebuah mafia narkoba[5].
Mantan Panglima Kodam IV Diponegoro Mayjen TNI Hardiono Saroso, mengakui merasa bangga terhadap jiwa korsa kesatria 11 prajurit anggota Kopassus TNI AD di Grup II Menjangan, Kartosuro, Sukarjo[6]. “Saya merasa bangga dan hormat sesama prajurit TNI AD yang memiliki jiwa korsa kestaria yang mengakui atas perbuatan dan tindakannya. Dan Saya bangga atas solidaritas prajurit yang mempertahankan negara ini,” tegasnya usai acara Pelepasan Pangdam IV Diponegoro, di Makodam IV Diponegoro, jalan Perintis Kemerdekaan, Semarang, Rabu (10/4).

Relevansi Filsafat Manusia terhadap Kasus Penyerangan LP Cebongan
Masyarakat terbentuk menjadi suatu kelompok-kelompok tertentu dengan berbagai motif dan tujuan. Masyarakat tersebut terwujud berkat manusia saling bertemu dan bersatu, saling setuju dan sepakat, untuk hidup dalam ikatan sosial. Solidaritas adalah prinsip yang menggambarkan adanya sikap kepedulian setiap individu untuk memberikan sumbangan kepada kelompok[7].
Manusia merupakan makhluk yang bebas. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang ‘terbatas’. Kebebasan manusia dibatasi oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat. Konflik merupakan salah satu fenomena ketidakpahaman manusia terhadap apa yang dimaksud dengan bebas itu sendiri[8]. Begitu pula yang terjadi pada kasus penyerangan di LP Cebongan beberapa waktu lalu. Penyerangan tersebut dilatarbelakangi oleh solidaritas kelompok tertentu yang telah mendapat ‘gangguan’ dari kelompok lain. Atas dasar pembelaan kelompok, sejumlah Kopassus menyerang lembaga pemasyarakatan yang menahan pelaku pembunuhan salah seorang anggota Kopassus.
Kolektivisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa kebersamaan adalah tujuan pada dirinya sendiri. Prinsip ini lebih mengutamakan sifat manusia sebagai makhluk sosial. Individu tidak bernilai pada dirinya sendiri, melainkan hanya sejauh memajukan keseluruhan. Paham ini membenarkan bahwa individu dikorbankan demi tujuan-tujuan politik atau kepentingan ekonomi suatu kelompok[9].
Demi kepentingan kelompok, anggota Kopassus yang teribat dalam penyerangan LP Cebongan tersebut membunuh empat orang pelaku pembunuhan teman sesama Kopassus. Jika benar adanya indikasi peredaran narkoba dalam kasus penyerangan tersebut, maka teori Homo homini lupus sesuai dengan kasus tersebut. Salah satu agen narkoba menjadi ancaman bagi agen narkoba lain. Setiap spesies bertarung, bahkan dengan cara melawan dirinya sendiri, untuk memperebutkan materi, ruang, dan waktu[10]. Menurut Nietzsche, hidup adalah medan laga tempat seluruh makhluk bertarung agar bisa terus melangsungkan hidupnya. Yang diperlukan dalam pertarungan adalah kekuatan, kebanggan diri, dan kecerdasan.


Penyerangan yang terjadi pada LP Cebongan merupakan salah satu tindakan kriminal melibatkan anggota Kopassus (Komando Pasukan Khusus) yang mengakibatkan empat orang tewas. Penyerangan atas dasar solidaritas ini dilatarbelakangi oleh tindak pembunuhan yang mengakibatkan satu anggota Kopassus tewas. Dalam beberapa sumber, juga disebutkan bahwa latar belakang penyerangan juga disebabkan oleh saingan antar agen narkoba.
Manusia menjadi makhluk yang otonom atas kebebasannya. Namun, terkadang manusia menyalahkan arti dari kebebasan, hingga muncul lah konflik. Karena kodratnya sebagai makhluk sosial, terdapat kelompok-kelompok yang mengatasnamakan sosialitas dalam membela kelompoknya. Manusia didalam kebaikan dan keburukan secara hakiki bersifat sosial[11]. Apapun akan dilakukan oleh manusia demi membela kelompok tertentu, meskipun yang dilakukan itu salah bahkan menyamakan dengan tingkah laku binatang.
Kasus penyerangan LP Cebongan hendaknya tidak terjadi, meskipun Kopassus membela negara dalam rangka penyerangan tersebut. Karena penyerangan tersebut seolah-olah mengabaikan hukum yang telah berlaku di Indonesia. Hakikat dari sosialitas pun menjadi negatif, karena penyerangan berawal dari ‘sosialitas’. Oleh karena itu, sosialitas dan kebebasan harus dipahami dan diterapkan secara positif agar tidak terulang kasus penyerangan seperti yang terjadi pada LP Cebongan. 


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, Filsafat Manusia: Memahami Manusia melalui Filsafat, Bandung: PT Remaja Rosdakarya , 2006.
Bakker, A., Antropologi Metafisik, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Maharani, Septiana D., Filsafat Manusia Unsur-Unsur dan Problematikanya, Yogyakarta: Kepel Press, 2008.
Siswanto, Dwi, Alam Pemikiran Filsafat Manusia, Yogyakarta: Pustaka Raja, 2005.

Sumber lain:
http://id.wikipedia.org/wiki/Penembakan_Cebongan diakses pada 12 April 2013, pukul 20:05



[1] Dwi Siswanto, Alam Pemikiran Filsafat Manusia, 2005. Hlm. 67.
[2] Septiana Dwiputri Maharani, , Filsafat Manusia dan Unsur-Unsur Problematikanya, 2008. Hlm. 38.
[7] Dwi Siswanto, ibid. Hlm. 67-69.
[8] Septiana Dwiputri Maharani,  ibid.  Hlm.30.
[9] Dwi Siswanto, ibid. hlm. 80
[10] Zainal Abidin, Filsafat Manusia, 2006. Hlm. 81.
[11] Anton Bakker, Antropologi Metafisik, 2000. Hlm. 52.
 

r e g e n b o g e n Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review