Beberapa
waktu lalu, seluruh rakyat Indonesia digegerkan
oleh sebuah berita tentang penyerangan sebuah lembaga pemasyarakatan disalah
satu wilayah di Yogyakarta. Penyerangan tersebut mengakibatkan empat orang
korban tewas. Pelaku penyerangan tersebut diduga berasal dari kelompok
tertentu. Masyarakat terbentuk menjadi suatu kelompok-kelompok tertentu dengan
berbagai motif dan tujuan. Masyarakat tersebut terwujud berkat manusia saling
bertemu dan bersatu, saling setuju dan sepakat, untuk hidup dalam ikatan sosial[1]
Penyerangan
terhadap sebuah lembaga pemasyarakatan merupakan tindakan kriminal yang sangat
mencoreng citra hukum Indonesia. Tempat yang seharusnya menjadi tempat yang
paling aman bagi pelaku kejahatan setelah divonis di pengadilan, menjadi tempat
yang paling menakutkan pada saat itu.
Setiap
manusia memiliki jiwa individualitas dan sosialitas. Sosialitas berarti
melibatkan diri dengan orang lain, karena manusia tidak bisa hidup tanpa orang
lain. Sosialitas dapat dipahami secara negatif, karena individu dapat berbahaya
bagi individu yang lain[2].
Seperti teori Homo homini lupus
Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa manusia adalah ‘serigala’ bagi manusia
lain. Term serigala dalam teori tersebut dapat diartikan sebagai sebuah ancaman
yang mengganggu manusia lain. Ancaman dapat berupa gangguan fisik atau mental
yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti sosial, politik, ekonomi,
dsb.
Dalam
taraf tertentu, tingkatan manusia dan hewan bisa saling bertukar. Ketika hewan
telah dijinakkan, dia akan dengan mudah diatur. Tetapi, manusia bisa termasuk
dibawah tingkatan hewan ketika membunuh sesama manusia. Hewan yang satu spesies
bahkan tidak saling membunuh dalam mempertahankan hidup. Namun, manusia bisa
saling membunuh demi kepentingan individu ataupun kelompok, seperti yang
terjadi pada penyerangan LP Cebongan. Hak hidup manusia tidak lagi diperhatikan
atas nama solidaritas.
Kasus
Penembakan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan
Penembakan Cebongan adalah peristiwa penembakan yang terjadi di Lembaga
Pemasyarakatan Cebongan,
Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta
pada 23 Maret 2013. Penembakan dilakukan oleh beberapa orang tak dikenal dan
menyebabkan empat orang tewas. Empat korban tewas merupakan pelaku pengeroyokan
seorang anggota Kopassus bernama Heru Santosa hingga tewas di
Hugo’s CafĂ© beberapa hari sebelumnya
Menurut
berita dalam situs kompas pada Jumat, 12 April 2013, penyerangan itu disebut
berlatar belakang jiwa korsa (korps kesatuan) yang kuat terkait pembunuhan
Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe pada 19 Maret 2013. Empat tersangka
pembunuhan Santosa yang kemudian ditembak mati, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi
Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes
Juan Manbait[3].
Keempat korban berasal dari Nusa
Tenggara Timur,
dengan rincian tiga orang berasal dari Kupang
dan satu orang berasal dari Flores.
Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro
menganggap penyerangan lapas hingga pembunuhan empat tahanan merupakan
spontanitas dan tidak direncanakan. Selain itu, kata Purnomo, jajaran pimpinan
TNI tidak mengetahui peristiwa tersebut, apalagi menjadi kebijakan[4].
Pengamat
Kepolisian Bambang Widodo Umar berpendapat bahwa ada kemungkinan penyerangan
tersebut terkait dengan peredaran narkoba di Indonesia. Dugaan ini muncul
karena salah satu korban tewas dalam penembakan itu diduga memiliki informasi
mengenai peredaran narkoba. Bambang lebih jauh menjelaskan bahwa ada
kecenderungan konflik antaragen bandar, yaitu polisi yang meninggal (salah satu
korban penembakan) dengan Heru Santosa. Bambang bahkan mengatakan bahwa kedua
pihak tersebut sama-sama berada di bawah kekuasaan sebuah mafia narkoba[5].
Mantan Panglima Kodam IV Diponegoro Mayjen TNI Hardiono
Saroso, mengakui merasa bangga terhadap jiwa korsa kesatria 11 prajurit anggota
Kopassus TNI AD di Grup II Menjangan, Kartosuro, Sukarjo[6].
“Saya merasa bangga dan hormat sesama prajurit TNI AD yang memiliki jiwa korsa
kestaria yang mengakui atas perbuatan dan tindakannya. Dan Saya bangga atas
solidaritas prajurit yang mempertahankan negara ini,” tegasnya usai acara
Pelepasan Pangdam IV Diponegoro, di Makodam IV Diponegoro, jalan Perintis
Kemerdekaan, Semarang, Rabu (10/4).
Relevansi Filsafat Manusia terhadap
Kasus Penyerangan LP Cebongan
Masyarakat terbentuk
menjadi suatu kelompok-kelompok tertentu dengan berbagai motif dan tujuan.
Masyarakat tersebut terwujud berkat manusia saling bertemu dan bersatu, saling
setuju dan sepakat, untuk hidup dalam ikatan sosial. Solidaritas adalah prinsip
yang menggambarkan adanya sikap kepedulian setiap individu untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok[7].
Manusia merupakan makhluk
yang bebas. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang ‘terbatas’. Kebebasan
manusia dibatasi oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat. Konflik merupakan
salah satu fenomena ketidakpahaman manusia terhadap apa yang dimaksud dengan
bebas itu sendiri[8].
Begitu pula yang terjadi pada kasus penyerangan di LP Cebongan beberapa waktu
lalu. Penyerangan tersebut dilatarbelakangi oleh solidaritas kelompok tertentu
yang telah mendapat ‘gangguan’ dari kelompok lain. Atas dasar pembelaan
kelompok, sejumlah Kopassus menyerang lembaga pemasyarakatan yang menahan
pelaku pembunuhan salah seorang anggota Kopassus.
Kolektivisme
adalah aliran yang mengajarkan bahwa kebersamaan adalah tujuan pada dirinya
sendiri. Prinsip ini lebih mengutamakan sifat manusia sebagai makhluk sosial.
Individu tidak bernilai pada dirinya sendiri, melainkan hanya sejauh memajukan
keseluruhan. Paham ini membenarkan bahwa individu dikorbankan demi
tujuan-tujuan politik atau kepentingan ekonomi suatu kelompok[9].
Demi kepentingan kelompok,
anggota Kopassus yang teribat dalam penyerangan LP Cebongan tersebut membunuh
empat orang pelaku pembunuhan teman sesama Kopassus. Jika benar adanya indikasi
peredaran narkoba dalam kasus penyerangan tersebut, maka teori Homo homini lupus sesuai dengan kasus
tersebut. Salah satu agen narkoba menjadi ancaman bagi agen narkoba lain.
Setiap spesies bertarung, bahkan dengan cara melawan dirinya sendiri, untuk
memperebutkan materi, ruang, dan waktu[10].
Menurut Nietzsche, hidup adalah medan laga tempat seluruh makhluk bertarung
agar bisa terus melangsungkan hidupnya. Yang diperlukan dalam pertarungan
adalah kekuatan, kebanggan diri, dan kecerdasan.
Penyerangan
yang terjadi pada LP Cebongan merupakan salah satu tindakan kriminal melibatkan
anggota Kopassus (Komando Pasukan Khusus) yang mengakibatkan empat orang tewas.
Penyerangan atas dasar solidaritas ini dilatarbelakangi oleh tindak pembunuhan
yang mengakibatkan satu anggota Kopassus tewas. Dalam beberapa sumber, juga
disebutkan bahwa latar belakang penyerangan juga disebabkan oleh saingan antar
agen narkoba.
Manusia
menjadi makhluk yang otonom atas kebebasannya. Namun, terkadang manusia
menyalahkan arti dari kebebasan, hingga muncul lah konflik. Karena kodratnya
sebagai makhluk sosial, terdapat kelompok-kelompok yang mengatasnamakan
sosialitas dalam membela kelompoknya. Manusia didalam kebaikan dan keburukan
secara hakiki bersifat sosial[11].
Apapun akan dilakukan oleh manusia demi membela kelompok tertentu, meskipun
yang dilakukan itu salah bahkan menyamakan dengan tingkah laku binatang.
Kasus
penyerangan LP Cebongan hendaknya tidak terjadi, meskipun Kopassus membela
negara dalam rangka penyerangan tersebut. Karena penyerangan tersebut
seolah-olah mengabaikan hukum yang telah berlaku di Indonesia. Hakikat dari
sosialitas pun menjadi negatif, karena penyerangan berawal dari ‘sosialitas’.
Oleh karena itu, sosialitas dan kebebasan harus dipahami dan diterapkan secara
positif agar tidak terulang kasus penyerangan seperti yang terjadi pada LP
Cebongan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,
Zainal, Filsafat Manusia: Memahami
Manusia melalui Filsafat, Bandung: PT Remaja Rosdakarya , 2006.
Bakker, A., Antropologi Metafisik, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Maharani, Septiana D., Filsafat Manusia Unsur-Unsur dan
Problematikanya, Yogyakarta: Kepel Press, 2008.
Siswanto, Dwi, Alam Pemikiran Filsafat Manusia, Yogyakarta: Pustaka Raja, 2005.
Sumber
lain:
http://www.lensaindonesia.com/2013/04/10/hardiono-saroso-bangga-dengan-11-pelaku-kasus-cebongan.html#r=tkait_thumb_bawah diakses pada 12 April 2013, pukul
21:06.
http://nasional.kompas.com/read/2013/04/12/16065488/Versi.Komnas.HAM.Pelaku.Penyerangan.LP.Cebongan.14.Orang diakses pada 12 April 2013, pukul
20:14
ht
tp://nasional.kompas.com/read/2013/04/11/22202781/Pernyataan.Menhan.Soal.LP.Cebongan.Pembodohan.Publik diakses pada 12 April 2013, pukul
20:26
http://id.wikipedia.org/wiki/Penembakan_Cebongan diakses pada 12 April 2013, pukul
20:05
[1]
Dwi Siswanto, Alam Pemikiran Filsafat
Manusia, 2005. Hlm. 67.
[2]
Septiana Dwiputri Maharani, , Filsafat
Manusia dan Unsur-Unsur Problematikanya, 2008. Hlm. 38.
[7]
Dwi Siswanto, ibid. Hlm. 67-69.
[8]
Septiana Dwiputri Maharani, ibid. Hlm.30.
[9]
Dwi Siswanto, ibid. hlm. 80
[10]
Zainal Abidin, Filsafat Manusia,
2006. Hlm. 81.
[11]
Anton Bakker, Antropologi Metafisik,
2000. Hlm. 52.