Tuesday, June 04, 2013

Tindak Tutur Tokoh Habibie dalam Film “Habibie dan Ainun” Berdasarkan Speech Art Theory J.L Austin

at 6/04/2013

format makalah filsafat bahasa yang dikumpulin buat UAS :"
iniloh takehome pengganti UAS, jadwalnya hari terakhir. malah selesai paling pertama. agak lucu ya, ngerjain tugas sambil seneng seneng nonton film Habibie dan Ainun. yah, inilah filsafat. objek materialnya luas :))


Tindak Tutur Tokoh Habibie dalam Film “Habibie dan Ainun”
Berdasarkan Speech Acts Theory J.L Austin

Bab I Pendahuluan

A.    Latar Belakang
B.      Rumusan Masalah

  1. Bagaimana tindak tutur tokoh Habibie di film “Habibie dan Ainun”?
  2. Bagaimana bentuk Speech Acts Theory menurut John Langsaw Austin?
  3. Bagaimana bentuk bentuk Speech Acts tindak tutur tokoh Habibie di film “Habibie dan Ainun” ?

C.    Tujuan Makalah

  1. Memberikan penjelasan tentang tindak tutur tokoh Habibie di film “Habibie dan Ainun”.
  2. Memberikan penjelasan tentang bentuk Speech Acts Theory menurut Austin.
  3. Memberikan penjelasan tentang tindak tutur tokoh Habibie di film “Habibie dan Ainun” ditinjau dari Speech Acts Theory John Langsaw Austin.
Bab II Pembahasan
A.    Film “Habibie dan Ainun”
B.      Speech Acts Theory John Langsaw Austin

John Langshaw Austin dilahirkan di Austin Inggris (1911), belajar filologi klasik serta filsafat di Oxford dan menjadi profesor di sana. Biarpun ia sendiri menerbitkan sedikit sekali tulisannya (pemikirannya), namun dengan kuliah-kuliahnya dan diskusi-diskusi berkala, ia mempunyai pengaruh besar dalam kalangan filosofis Oxford. Sesudah ia meninggal pada umur 48 tahun tiga buku diterbitkan oleh  J.O. Urssin dan G.J. Warnock (Philosophical papers 191: edisi yang diperluas 1970) mereka mengumpulkan paper yang pernah dibawakan Austin pada perbagai kesempatan; sense and sensi bilia (1962) bahkan memuat bahan kuliah yang diberikannya di Oxford dan salah satu karyanya yang termahsyur adalah How To Do Things With Words, yang diterbitkan untuk perama kali dua tahun setelah kematiannya (1962).[1]
Menurut Austin, tidak sedikit masalah filosofis akan tampak dalam bentuk baru kalau didekati dengan menggunakan alat-alat yang terbenam dalam bahasa sehari-hari. Oleh karena itu, Austin selalu menekankan bahwa penggunaan bahasa tidak boleh dilepaskan dari situasi konkrit  di mana ucapan-ucapan kita dikemukakan dan juga dari fenomen-fenomen yang dimaksudkan dengannya.[2] Ia menaruh perhatian pada kelompok ujaran yang tidak dimaksudkan untuk menyatakan benar atau salah. Maka salah satu karyanya yang termasyur adalah perbedaan yang dibuatnya antara: Austin membedakan jenis ucapan yang sering kita jumpai dalam bahasa pergaulan sehari-hari menjadi dua, yakni:
a)       Ucapan Konstatif (Constative Utterance)
Ucapan Konstatif adalah ucapan atau tuturan yang kita pergunakan manakala kita menggambarkan suatu keadaan yang faktual. Dalam batas ini pandangan Austin masih sejalan dengan faham atomisme logik dan positivisme logik. Istilah “konstatif” ini dipergunakan Austin untuk menggambarkan semua pernyataan yang dapat dinilai benar atau salahnya.[3] Untuk menjelaskan hal di atas  dapat kita ajukan beberapa contoh:
      Sebagian nelayan sedang menyiapkan perahu di pinggiran pantai. 
·      Dia mencium wewangian ketika melewati toko parfum.
Pernyataan di atas merupakan ucapan konstatif, sebab menggambarkan keadaan faktual atau peristiwa yang dapat diperiksa benar atau salahnya. Ujaran konstatif memiliki daya untuk menjadi benar atau salah. Oleh karena itu Austin menegaskan bahwa pada hakekatnya ucapan konstatif itu berarti membuat pernyataan yang isinya mengandung acuan histori atau peristiwa nyata[4].

b)       Ucapan Performatif (Performative Utterance)
Austin menegaskan ucapan performatif tidak dapat dikatakan benar atau salah seperti halnya ucapan konstatif melainkan pantas atau tidak (happy or anhappy) untuk diucapkan seseorang[5]. Di dalam ucapan performatif ini peranan si penutur  dengan berbagai konsekuensi yang terkandung dalam isi ucapannya sangat diutamakan. Untuk memperoleh penjelasan yang rinci kita dapat melihat contoh sebagai berikut:
·      Saya berjanji akan memberi hadiah kepada saudara, jika saya naik pangkat.
·      Saya memberikan dan mewariskan jam kepunyaan saya ini kepada saudara saya.
Menurut pendapat Austin[6], kita dapat mengetahui bentuk ucapan performatif ini melalui ciri-ciri berikut:
1)      Diucapkan oleh orang pertama
2)      Orang yang mengucapkannya hadir dalam situasi tertentu
3)      Bersifat indikatif (mengandung pernyataan tertentu)
4)      Orang yang mengucapkannya terlibat secara aktif dengan isi pernyataan tersebut.
Keempat ciri bisa saja dikenakan pada ucapan konstatif, namun penekanan utama dalam ucapan konstatif tidak terletak pada si penutur (subjek), melainkan pada objek tuturan-dalam hal ini peristiwa faktual. Sedangkan dalam ucapan performatif, penekanan utama tetap diletakkan pada si penutur dengan kepantasan dalam pengucapan.
Dalam karyanya ‘How to do Things with Words’ Austin juga berupaya untuk merinci macam-macam ungkapan bahasa dalam kaitannya dengan tindakan dalam mengucapkannya atau yang dikenal dengan ‘speech act’[7]. Yang menarik perhatian karya Austin adalah kemiripan pemikirannya dengan Wittgenstein yang kedua, yaitu filsafat bahasa biasa. Salah satu kelebihan filsafat Austin adalah mampu mengolah filsafat bahasa biasa dalam suatu perspektif yang bersifat menyeluruh. Menurut Austin bahwa dalam filsafat bahasa biasa tidak hanya terbatas pada analisis makna bahasa biasa saja melainkan juga menganilis macam-macam ungkapan atau ucapan dalam kaitannya dengan tindakan si penutur.
Austin membagi tiga macam tindakan bahasa yang dapat memainkan peranan, jika seseorang mengucapkan suatu kalimat. Ketiga tindakan tersebut adalah :
1.      Locutionary act
Locutionary act artinya suatu tindakan bahasa yang dilakukan jika akan menyampaikan suatu makna tertentu. Austin menggolongkan locutionary act menjadi tiga jenis tindak bahasa, yaitu phonetic act, phatic act, dan rhetic act.
a.     Phonetic act adalah tindakan bahasa dengan mengucapkan bunyi tertentu.
b.     Phatic act adalah pengucapan kosa kata tertentu, misalnya jenis bunyi tertentu, termasuk kosa kata yang membentuk suatu tata bahasa tertentu.
c.     Rhetic act adalah penampilan suatu tindakan bahasa dengan menggunakan kosa kata yang ada pada phatic act, dengan pengertian dan acaun yang kurang lebih sudah pasti.

2.      Illocutionary act
Illocutionary act merupakan tindakan bahasa dalam mengatakan sesuatu dengan menggunakan daya yang khas, yang membuat si pembicara bertindak maupun berlaku karena apa yang dikatakan atau diucapkan. Dalam bukunya How To Do Things With Words, Austin membagi illocutinoary act menjadi lima. Hal ini dilakukan karena ia ingin memperjelas perbedaan antara ucapan konstantif dengan ucapan performatif yang pernah diutarakannya. Lima jenis illocutionary act adalah verdictives, exercitives, commissives, behabitives,dan expositives.
a)     Verdictives
Tindakan bahasa verdictif adalah suatu tindakan bahasa dalam mengatakan sesuatu yang ditandai dengan adanya suatu keputusan sebagaimana dilakukan oleh hakim, wasit dan juri. Tindakan bahasa ini memiliki hubungan dengan kebenaran dan kesalahan, menurut ketepan itulah isi dari suatu keputusan. Tindakan-tindakan bahasa yang termasuk dalam tindakan verdiktif antara lain, membebaskan, menghukum, memutuskan, menyangka, menafsirkan, memahami, memperhitungkan, dan lain-lain.
b)     Exercitives
Tindakan bahasa exersitif adalah suatu jenis tindakan bahasa yang merupakan  akibat adanya kekuasaan, hak, atau pengaruh. Macam-macam contoh tindakan tersebut adalah menunjuk, memilih, memerintahkan, memaksa, menasehati, memperingatkan, memproklamirkan, mengarahkan, dan lain-lain.
c)     Commistives
Tindakan bahasa commisif adalah jenis tindakan bahasa dengan melakukan suatu perbuatan atau perjanjian. Hal ini memiliki konsekuensi kepada si penutur bahasa untuk melakukan sesuatu. Secara lebih luas sebenarnya tindakan bahasa macam ini mempunyai suatu hubungan dengan tindakan verdiktif dan exersitif. Contoh-contoh tindakan bahasa kommisif ini adalah: berjanji, bersumpah, menyetujui, mengumumkan,  melawan, bertaruh, mendukung, dan lain-lain.
d)     Behabitives
Tindakan bahasa behabitif adalah tindakan bahasa dalam melakukan sesuatu yang menyangkut simpati, sikap, memaafkan, atau memberikan selamat, yang senantiasa timbul dalam komunikasi sosial. Seseorang dalam melakukan tindakan bahasa tersebut memiliki tujuan bagi orang yang diajak bicara yaitu untuk mengibur, misalnya bagi yang sedang mengalami kesusahan, ikut bergembira bilamana yang diajak berbicara baru mengalami kebahagiaan atau kesenangan, juga meminta maaf jikalau melakukan sesuatu kesalahan.
e)     Expositives
Tindakan bahasa expositif adalah tindakan bahasa yang digunakan dalam tindakan memberikan suatu pandangan, memberikan suatu keterangan atau pendapat, memberikan suatu penjelasan tentang penggunaan-penggunaan dan dari acuan.

Tindakan bahasa ‘verdiktif’ adalah suatu tindakan bahasa yang digunakan untuk memutuskan, tindakan bahasa ‘exersitif’ adalah tindakan bahasa yang berkaitan dengan suatu pernyataan yang tegas dalam hal pengaruh atau kekuatan, tindakan bahasa ‘kommisif’ adalah penerimaan suatu kewajiban atau pernyataan suatu kehendak; tindakan bahasa ‘behabitif’ adalah tindakan adalah tindakan bahasa yang menyangkut persetujuan, sikap dan yang terakhir tindakan bahasa ‘expositif’ adalah suatu tindakan bahasa dalam menguraikan, menjelaskan, memberikan argumentasi serta komunikasi dalam masyarakat. Sehingga dengan demikian kelima macam bahasa ‘illokusi’ tersebut sebenarnya saling berkaitan.


3.      Perlocutionary act
Perlocutionary act artinya suatu tindakan bahasa yang karena ucapan atau tindakan bicara si pembicaram timbul efek pada si pendengar, baik aktif maupun pasif. Hal ini berbeda dengan ‘lokusi’ dan ‘illokusi’ yang lebih menekankan pada peranan tindakan si penutur bahasa.
Tindakan bahasa perlokusi merupakan suatu tindakan bahasa dalam mengatakan sesuatu dengan maksud untuk menimbulkan efek, reaksi, atau respon atas pikiran atau tindakan pada orang yang diajak bicara. Oleh karenanya, pada tindakan bahasa perlokusi memiliki hubungan dengan akibat yang ditimbulkan berkaitan dengan isi ucapan atau ungkapan bahasa bagi si pendengar.
Ungkapan-ungkapan bahasa yang termasuk pada kelompok tindakan bahasa ‘perlokusi’ antara lain: meyakinkan, menipu, menakuti, membujuk, merayu, mengarahkan, dan sebagainya.

C.    Speech Acts Theory dalam Tindak Tutur Tokoh Habibie  film “Habibie dan Ainun

Bab III Penutup
A.    Kesimpulan


Daftar Pustaka
Kesimpulan

Dari sudut pandang filsafat bahasa, tokoh Habibie dalam film Habibie dan Ainun memiliki tindak tutur yang dapat dikategorikan berdasarkan Speech Act Theory. Speech Act Theory dikenalkan oleh filsuf analitik Inggris yang bernama John Langshaw Austin di dalam buku “How to Do Things With Words”. Speech Act Theory lebih banyak membahas tentang penggunaan bahasa biasa.
Austin membedakan tindakan bahasa, yaitu :

Tindak tutur tokoh Habibie dalam film Habibie dan Ainun dapat diklasifikasikan dan dibedakan menjadi beberapa macam tindakan bahasa dan jenis ucapan, sesuai dengan Speech Act Theory menurut Austin.


[1] Rizal Mustansyir, “Aliran dalam Filsafat Analitik”, halaman 102
[2] Ibid, halaman 103
[3] Austin, How To Do Things with Words, halaman 3
[4] Ibid., halaman 6
[5] Ibid., halaman 54
[6] Ibid., halaman 56-57
[7] Kaelan, Filsafat Analitika Bahasa, halaman 90

 

r e g e n b o g e n Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review