Showing posts with label task. Show all posts
Showing posts with label task. Show all posts

Wednesday, April 23, 2014

Mentalitas Miskin Indonesia

at 4/23/2014


Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alamnya. Ditinjua dari letak geografis, Indonesia berada diantara dua benua, dua samudera, dan di garis khatulistiwa. Hasil kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan tidak hanya di sektro pertanian, tetapi juga di sektor kelautan. Meskipun demikian, Indonesia menjadi salah satu negara berkembang di dunia. Negara berkembang adalah istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan suatu negara dengan kesejahteraan material tingkat rendah. [1]. Hal ini menandakan, Indonesia belum mencapai predikat negara maju yang memiliki tingkat kesejahteraan dan standar hidup yang cukup tinggi.
Kesejahteraan dan standar hidup suatu negara ditentukan oleh pendapat perkapita dan penggunaan teknologi masyarakatnya. Namun dalam makalah ini, penulis tidak membahas bagaimana kesejahteraan atau standar hidup Indonesia, tetapi lebih mengarah ke analisis pencapaian kesejahteraan masyarakat saat ini. Sejahtera menurut W.J.S Poerwadarimta adalah ‘aman, sentosa, dan makmur’. Sehingga arti kesejahteraan itu meliputi kemanan, keselamatan dan kemakmuran[2]. Sederhananya, manusia berlomba-lomba mengumpulkan materi untuk memenuhi kebutuhan, demi mencapai predikat sejahtera. Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya melalui perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam bidang perekonomian.

Thursday, December 19, 2013

Corak Insang dan Kearifan Melayu Pontianak

at 12/19/2013

Kota Pontianak memiliki kain khas tradisional yang disebut kain corak insang. Kain ini biasanya dipergunakan untuk melengkapi pakaian tradisional.Untuk kaum perempuan digunakan dengan baju kurung sedang untuk laki-laki digunakan untuk’teiok belanga. Kain ini biasanya digunakan pada acara-acara tradisional seperti perkawinan.


Dewasa ini, mulai dari pegawai negeri sipil hingga murid sekolah mengunakan baju bercorak insang ini. Bahkan, corak ini menjadi identitas Kota Khatulistiwa. Bahkan beberapa designer dari Kota Pontianak mulai memadu-padankan corak insang ini ke dalam design pakaiannya dan dipamerkan hingga ke tingkat nasional dan internasional. Corak insang juga sudah akrab dipakai anak muda lewat padu padannya yang serasi.
Batik memang warisan budaya negara kita yang sempat heboh perebutannya dengan negara tetangga. Tetapi tidak semua batik kan diklaim oleh mereka? Contohnya batik corak insang ini yang kayaknya belum banyak yang mengenalnya. Dari smeua corak batik yang saya kenal memang corak insang aalah yang paling saya sukai dan selain itu saya juga suka yang corak dayak Kalimantan. Bukan karena saya lahir dan besar di Kalimantan Barat tetapi karena coraknya yang simpel.


Motif corak insang tak hanya melekat pada pakaian saja. Tas, dompet, sendal, sepatu, dan aksesoris lainnya, juga banyak yang menggunakan motif corak insang. Aksesoris motif ini laku di tokoh cinderamata dan diminati para wisatawan lokal dan internasional yang berkunjung ke kota ini.

Monday, December 09, 2013

nilai komis dalam acara telivisi Yuk Kita Sahur - estetika

at 12/09/2013
Bulan ramadhan adalah bulan penuh rahmat. Bulan yang penuh berkah dan ampunan, dimana manusia banyak yang berlomba- lomba melipatkan pahala dan menuju ampunan Allah. Tak hanya itu, Ramadhan juga adalah momen spesial bagi media, terutama televisi. Setiap tahun, setiap Ramadhan tiba, stasiun TV tergagap bingung. Bingung dalam merawat pemirsanya. Bagaimana bisa terus membombardir ruang-ruang keluarga tanpa kehilangan momentum ramadhan. Tentu tidak mudah. Akhirnya, kadang, atau malah tak jarang, yang muncul hanyalah tayangan serupa namun dengan bungkus Islami. Pemain sinetron yang berjilbab; ucapan syukur “Alhamdulillah” yang kerap terucap; set lokasi syuting yang bernuansa islami, dan lain-lain.
Masih ingatkah anda dengan acara  Yuk Kita Sahur (YKS)? Acara yang tayang pada saat sahur dibulan puasa tahun ini itu sangat mengejutkan. Yuk kita sahur adalah acara yang sama seperti tahun tahun sebelumnya namun dengan judul yang sedikit berbeda. Sebelumnya acara ini bernama Saatnya Kita Sahur. Pada tayangan YKS banyak mengalami perubahan, baik dari segi pemain maupun konsep acara. Olga dan kawan-kawan didaulat menjadi pengisi acara tersebut.
Program komedi yang mengantarkan goyang caesar ini semakin digandrungi oleh penonton setia TV. Hal ini terbukti saat Ramadhan usai. Meski bulan puasa sudah berlalu, namun acara YKS masih menjadi program andalan Trans TV. Tayangan inilah yang menjadi trendsetter acara sahur penuh humor dan memiliki joget disela-sela programnya. Joget YKS lebih dikenal dengan sebutan ‘goyang Caesar’.  Seiring berjalannya waktu, Yuk Kita Sahur berganti nama menjadi Yuk Keep Smile, mengingat acara ini berlangsung diluar bulan Ramadhan.
Jadilah acara televisi tersebut primadona bagi pemirsanya. Prime time yang biasanya berada pada jam tujuh sampai sembilan, beralih waktu menjadi waktu magrib dan sahur. Konsep guyonan atau humor segar pun diusung, mungkin karena dipikir tidak perlu rumit dan tidak mempersulit penonton menangkap materinya, atau produser tidak terlalu ruwet dalam membuat acaranya, tayangan komedi dinilai akan banyak mendapatkan simpati pemirsa. 
Nilai humor yang dimiliki acara YKS merupakan salah satu bentuk kategori nilai estetik.Kategori yang humoristis dapat menimbulkan rasa terhibur atau lucu dan menggelikan hati orang.Rasa terhibur dapat diekspresikan oleh orang-orang dalam bentuk tawa pada orang yang mengamatinya. Khusus pada kategori yang humoris selain membuat orang tertawa atau tersenyum,juga dapat dijadikan sarana untuk secara halus atau sarana tak langsung menyindir, mengejek, menghantam, dan melakukan pembalasan kepada pihak lain, kawan atau lawan.

Lelucon yang humoris kini banyak diciptakan orang dalam masarakat sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan atau menyampaikan suatu maksud. Dengan demikian lahirlah sebagai humor. Istilah humor menurut Martin Eshlemen dewasa ini dipakai secara luas untuk menunjuk pada setiap hal yang lucu (everything that appeals to man's disposition toward comic laughter). Para ahli Estetika kini telah mengembangkan berbagai teori humor untuk mennunjukan dan menerangkan apa sesunguhnya yang terdapat pada suatu hal yang membangkitkan gelak tawa lucu pada orang-orang.

Wednesday, July 03, 2013

proposal skripsi

at 7/03/2013

muahahahahha Alhamdulillah nilai
metode peneletian Filsafat aku dapet B coy!!
\o/

ya lumayanlah, namanya juga usaha cari nilai. meski presensi 89%, UTS kaco parah, tp Alhamdulillah UAS nya bisa juga nyelesein proposal skripsi ecek ecek. hahaha
niatnya sih dijadiin proposal beneran, tapi .... ntah diterima atau engga judulnya. hahahaha -_-

judul nya apa coba ?

KONSEP TUHAN MENURUT ABDI DALEM DALAM PERSPEKTIF MISTISISME


wow, keren yak ?
hahahaha, mau protes, juga protes apa coba ke pak Heri masalah proposal ini?
yaudah, aminin aja dapet nilai segitu mah.

hmm, boleh kali nazar sesuatu kalo dapet nilai tinggi lagi di mata kuliah lain :))
tapi nazar apa ya ?

Monday, June 17, 2013

detik detik menjelang akhir semester ..

at 6/17/2013
Aaaaaa, bentar lagi UAS tjoi T,T
dari dua belas mata kuliah yang di ambil, ada lima yang ujian, empat yang take home diganti paper atau makalah, dua yang langganan openbook, dan satu lisan. aaaak ini nih yang agak berat. mesti lisan T,T

lima yang ujian ->


  • filsafat ilmu,
  • filsafat akal-budi,
  • filsafat kebudayaan,
  • filsafat pendidikan, dan
  • filsafat politik

empat yang take home diganti paper atau makalah ->
  • Metode Penelitian Filsafat (MPF). jadi ini kaya bikin proposal skripsi gitu. ah, gue udah mau skripsi tjoi. hahahahahahahahahahantu,
  • Filsafat Manusia, temanya tentang konsep manusia modern ditinjau dengan filsafat manusia. (ntah itu aliran, atau tokoh. tapi banyak aliran deh),
  • Kearifan lokal, nah ini syukurnya MPF gue pake tema abdi dalem. jadi sekali tepuk, dua nyamuk. proposal MPF diubah dikit, jadi deh proposal penelitian buat kearifan lokal,
  • Filsafat bahasa, ini juga mirip sama filsafat manusia. disuruh nerapin teori ke praktek. kebeneran, gue ambil yang gak susah2 dah. objek materialnya film Habibie dan Ainun, lalu objek formalnya Speech Act menurut John Langsaw Austin. wiwiwi lumayan gampang :')

dua yang langganan openbook ->

  • Kosmologi
  • Hermeneutika
dan yang terakhir LISAN -> filsafat komunikasi 

ya inilah sebagian episode yang saya kumpulan di fakultas filsafat UGM ._.)/

Perbedaan Filsafat Barat dan Timur Menurut To Thi Anh

at 6/17/2013

Review tugas filsafat kebudayaan ah. haha ini juga hasil copas dari internet sih. males baca bukunya yang asli. apalagi kalo kepepet ngumpulin tugas. haha
Perbedaan Filsafat Barat dan Timur Menurut To Thi Anh.

Tuesday, June 11, 2013

problem latar belakang makalah

at 6/11/2013

kenapa deh bikin paper, makalah, karya tulis, skripsi mesti pake latar belakang ? coba isi latar belakangnya, "tuntutan tugas Pak/Bu. atau kan Bapak/Ibu yang suruh bikin tulisan"
yang paling sulit dari karya tulis itu ya latar belakang. ( ._.)/|

Tuesday, June 04, 2013

Tindak Tutur Tokoh Habibie dalam Film “Habibie dan Ainun” Berdasarkan Speech Art Theory J.L Austin

at 6/04/2013

format makalah filsafat bahasa yang dikumpulin buat UAS :"
iniloh takehome pengganti UAS, jadwalnya hari terakhir. malah selesai paling pertama. agak lucu ya, ngerjain tugas sambil seneng seneng nonton film Habibie dan Ainun. yah, inilah filsafat. objek materialnya luas :))

Wednesday, May 22, 2013

Kasus Eyang Subur bentuk Pengalihan Isu

at 5/22/2013

Pada pertengahan bulan April, media dipenuhi berita mengenai kasus Adi Bing Slamet dan Eyang Subur. Baik media cetak maupun elektronik. Kasus seorang artis yang melibatkan mantan guru spiritualnya itu seakan-akan kasus yang sangat urgent, sehingga hampir di semua media memberitakaan mereka. Kasus Eyang Subur muncul dikala banyak isu-isu miring terhadap kinerja pemerintah.

Wednesday, May 08, 2013

semiotika Umberto Eco - filsafat komunikasi

at 5/08/2013
Umberto Eco terkenal di seluruh dunia melalui dua novelnya, The Name of The Rose, dan Foucault’s Pendulum. Kedua karya ini mengarah ke aspek-aspek masa lalu dan masa kini dalam teori tentang tanda. Eco lahir pada tahun 1932 di Italia. Sebelum menjadi ahli semiotika, ia belajar filsafat dan mengkhususkan diri pada teori estetika dan filsafat Abad Pertengahan.
Menurut pandangan Cox (2001:4), Eco merupakan salah satu orang bijak dewasa yang tidak tertarik pada penyangkalan keberadaan orang-orang beriman namun dengan sungguh-sungguh berusaha mencari iluminasi yang berbeda dari dasar umum yang sama. Berkaitan dengan semiotika, belakangan ini semiotika menunjukkan perhatian besar dalam produksi tanda yang dihasilkan oleh masyarakat linguistik dan budaya. Berbeda dengan konsep yang lebih statis yang diajukan Ferdinand de Saussure tentang tanda dan pendekatan taksonomis semiotika, serta pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce yang bersifat dinamis tanda dalam bukunya Theory of Semiothics (1976, 1979).
Buku A Theory of Semiotics secara eksplisit terkait dengan suatu teori tantang pembangkitkan koda dan tanda, titik tolak yang mendasarinya adalah pengertian Peirce tentang semiosis yang tak terbatas terkait dengan sejenis penengah dalam kaitannya dengan kedudukan pembaca. Tanda menurut Eco, tidak hanya mewakili sesuatu yang lain, namun juga mesti ditafsirkan. Eco ingin menghindari kemungkinan makna tunggal di satu sisi, melawan makna yang tak berhingga banyaknya di sisi lain. Akan tetapi, semiosis tak terbatas lebih terkait dengan pengertian “interpretant” dari Peirce di mana makna ditetapkan dalam kaitannya dengan kondisi kemungkinan.
Secara umum, kode bisa berbentuk tunggal, jenis kode morse di mana suatu kode tertentu (garis dan titik) sesuai dengan sekumpulan tanda, yaitu huruf-huruf abjad. Walaupun dia memberikan sejumlah contoh dalam jenis-jenis kode ini, minatnya yang utama adalah dalam bahasa sebagai yang tersusun atas langue (di mana kode = tata bahasa, sintaksis, sistem) dan parole (laku bahasa). Tanpa kode, tanda-tanda suara atau garfis tidak memiliki arti apapun dan dalam pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara linguistik.
Makna dari “sarana-tanda” (misalnya kata atau iamji) bersifat bebas terhadap objek yang dianggap nyata. Dengan kata lain, di sini perlu dihindari “kesalahan perujukan”. Eco juga menyadari bahwa kode memilki konteks. Konteks ini adalah kehidupan sosial dan kultural. Oleh sebab itu, “satuan-satuan kultural adalah tanda bahwa kehidupan sosial telah memberi kita: buku-buku penafsir imaji, tanggapannya yang sesuai untuk menafsirkan pertanyaan yang mendua, kata-kata untuk menafsirkan definisi dan demikian pula sebaliknya.
Sisi lain dari teori tentang pembentukan kode adalah teori tentang pembentukan tanda. Dalam pembahasannya tentang pembentukan tanda, Eco menitik beratkan lagi perhatian pada ketegangan antara unsur-unsur yang bisa dicocokkan, atau diramalkan, oleh kode (bdk. simbol, dalam terminologi Peirce), dan yang tidak bisa dicocokkan dengan mudah (ikon, dalam terminologi Peirce). Eco menyatakan bahwa unsur dalam kategori pertama disebut sebagai ratios facilis, dan yang kedua adalah ratio difficilis. Semakin kita dekat dengan ratio dificilis, semakin besar tanda dari objek itu sendiri. Ikon adalah kategori tanda yang menampilkan ini dengan sangat jelas.
Menurut Eco, unsur-unsur pokok dalam tipoloig cara pembentukan tanda adalah :
1.    Kerja fisik : upaya yang dilakukan untuk membuat tanda.
2.    Pengenalan : objek atau peristiwa dilihat sebagai suatu ungkapan kandungan tanda, seperti tanda, gejala, atau bukti.
3.    Penampilan : suatu objek atau tindakan menjadi contoh jenis objek atau tindakan.
4.    Replika : kecenderungan ke arah ratio difficilis secara prinsip, tetapi mengambil bentuk-bentuk kodifikasi melalui penggayaan. Contohnya adalah notasi musik, tanda matematika, dll.
5.    Penemuan : kasus yang paling jelas dari ratio difficilis. Sebagai uang tidak terlihat oleh kode; menjadi landasan suatu kontinuun materi baru.

Tema pokok dalam karangan Eco yang berjudul Semiotics and the Philosophy of Language berhubungan dengan perbedaan antara struktur kamus dan ensiklopedia. Sebenarnya, agar bisa berfungsi dengan baik secara jaringan kata-kata yang memberikan kesempatan, munculnya makna-makna baru, maka kamus haruslah mirip dengan ensiklopedia. Eco mengatakan, “ini sebenarnya mirip dengan ensiklopedi terselubung”. Oleh sebab itu, ensiklopedia bisa menjadi model bahasa yang umum, suatu cara pengungkapan tanpa memaksakan suatu globalitas semu dan terbatas. Akhirnya, yang mungkin merupakan sumbangan Eco terbesar pada teori semiotika adalah upayanya dalam menunjukkan bahwa bahasa itu mirip dengan ensiklopedia, seperti yang ditemukan oleh philosophes abad kedelapan belas.

Daftar Pustaka
Kaelan, 2009, “Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika”, Yogyakarta: Paradigma

Lechte, John, 2001, “50 Filsuf Kontemporer”, Yogyakarta: Kanisius

Sunday, May 05, 2013

Kaum monarchomacha - filsafat politik

at 5/05/2013
Kaum Monarchomacha ditujukan kepada kaum yang melawan keburukan keburukan tertentu pada pemerintahan yang absolut. Mereka mengemukakan hubungan gereja dan negara dalam bentuk yang berlainan dalam keadaan yang baru, yang ditimbulkan oleh gerakan pembaharuan agama dan absolutisme. Yang dimaksudkan ialah perselisihan antar negara dan agama. Kaum Monarchomacha hanya terdapat dikalangan kaum Katholik dan Calvin. Perancis, Inggris, dan Skotlandia adalah negeri-negeri dimana perselisihan dengan absolutisme menyebabkan orang merenungkannya secara teoritis.
Persoalan pokok dalam ajaran kaum Monarchomacha adalah sebagai berikut : Apakah raja berhak menjalankan pemerintahan dan memberi perintah yang bertentangan dengan aturan-aturan agama? Apabila orang memungkiri pertanyaan ini, maka ini akan membawa bermacam-macam persoalan yang lebih rumit. Orang harus lebih mentaati Tuhan dari pada manusia. Dengan demikian, maka agam mempunyai unsur revolusioner terhadap kekuasaan duniawi, apabila tindakan pemerintah memberikan alasan untuk itu. Apabila raja dan rakyat berbeda sama sekali atau sebagian berada dalam ruang lingkup agama, maka banyak kemungkinan timbulnya perselisihan.
Peperangan-peperangan agama akan menjadi sumber dari ajaran Monarchomacha. Dalam makalah ini, penulis akan membahas empat pemikiran tokoh kaum Monarchomacha. Diantaranya Hotomanus (1573), Brutus (1579), Buchanan (1579), dan Althusius (1610). Selain menjelaskan pemikiran umum keempat tokoh tersebut mengenai perlawanan terhadap keburukan sistem pemerintahan yang absolut, penulis juga akan mencoba merefleksikan pemikiran tersebut terhadap keadaan faktual yang terjadi di Indonesia.
1.      Hotamanus (1573)
Pada tahun 1573 Hotamanus menulis buku yang berjudul Franco-Gallia. Dasar-dasar yang digunakan oleh Hotman untuk menolak absolutisme, bukanlah dasar-dasar agama melainkan dasar sejarah. Sehingga, ia bukanlah seorang monarchomachus yang sebenarnya, meskipun orang banyak yang memasukkannya kedalam golongan itu.

2.      Brutus (1579)
Karangan monarchomacha yang paling berpengaruh, terbit tanpa nama pengarang pada tahun 1579, berjudul Vindiciae contra Tyrannos (Alat Hukum melawan Raja-raja yang sewenang-wenang). Pengarangnya bersembunyi dibelakang nama Brutus. Namun pengarang aslinya ialah Duplessis-Mornay.
Karangan Vindiciae contra Tyrannos adalah satu tinjauan yang prinsipiil tentang perlawanan terhadap raja-raja. Dalam karangan tersebut, terdapat empat pertanyaan penting yang menjadi pondasi kuat kaum monarchomacha.
1.      Apakah rakyat wajib mentaati seorang raja, yang memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan perintah-perintah Tuhan?
2.      Bolehkah perlawanan ini bersifat umum?
3.      Bolehkah orang melakukan perlawanan terhadap seorang raja, yang tanpa melanggar agama, menindas dan membawa negara kepada keruntuhannya ?
4.      Apakah raja-raja asing wajib ataukah berhak untuk menolong bangsa-bangsa asing?
Dalam menjawab empat pertanyaan fundamental yang terdapat dalam karangan, pengarang menguraikan bukti-bukti keagamaan, dalam hal ini mengacu pada Wasiat Lama tentang penobatan Saul menjadi raja. Selanjutnya ia memperkuat uraiannya dengan menunjukkan, bahwa si peminjam tanah wajib mentaati tuan tanah yang lebih tinggi, apabila perintah dari tuan tanah atasan bertentangan dengan perintah tuan tanah bawahan. Tuan tanah atasan diasumsikan atau dicontohkan sebagai Tuhan, sedangkan tuan tanah bawahan dianggap sebagai raja. Oleh sebab itu, manusia harus lebih tunduk kepada Tuhan dibandingkan dengan raja yang memberikan perintah bertentangan dengan ajaran agama.
Pertanyaan kedua dijawab oleh si pengarang dengan menguraikan pada hubungan kekuasaan timbal balik, sebagaimana diajarkan oleh Wasiat Lama dan Hukum Romawi. Pada pengangkatan Saul menjadi raja, dapat dibedakan dua macam persetujuan. Yang pertama mengenai hubungan antara Tuhan pada satu pihak dan raja beserta rakyat di pihak yang lain, untuk kepentingan mempertahankan rakyat pilihan itu. Yang kedua mengenai hubungan raja dan rakyat, agar raja memerintah dengan adilnya dan agar rakyat mentaatinya. Dari persetujuan inilah lahir hak untuk melawan. Sebab, baik raja maupun rakyat harus mempertahankan kekuasaan Tuhan. Akan tetapi, perlawanan itu harus dilakukan oleh majelis-majelis, bukan para warga partikelir.
Pertanyaan ketiga dijawab berkaitan dengan paham yang dianut oleh si pengarang, yaitu paham kedaulatan rakyat. Kerajaan ada untuk kepentingan rakyat. Ia diangkat oleh persetujuan rakyat dan dipilih oleh Tuhan. Raja-raja harus memimpin tentara, akan tetapi mereka harus tetap mengingat tujuan untuk apa mereka diangkat. Hubungan baik antara raja dan rakyat adalah suatu persetujuan, dimana  rakyat meminta pada raja supaya memerintah dengan adil dan sesuai dengan undang-undang dan raja meng-iya-kan ini. Selanjutnya rakyat berjanji akan taat dibawah syarat-syarat itu. Jadi sang raja mengikat dirinya tanpa syarat, akan tetapi rakyat mengikat dirinya dengan syarat.
Raja yang sewenang-wenang adalah orang yang telah melanggar persetujuan, yang karenanya pemerintahannya menjadi tidak sah. Ia ditempatkan diluar undang-undang dan hukum alam, dalam hal ini memberi hak pada setiap orang untuk melawan, sedangkan badan perwakilan rakyat harus memecatnya.
Pertanyaan terakhir dijawab oleh Brutus dengan argumen bahwa kesatuan gereja dan umat manusia membebankan kewajiban kepada raja-raja asing wajib atau berhak untuk menolong bangsa asing.

3.      Buchanan (1579)
Buchanan seorang humanis yang unggul, terlebih dahulu mencari perbedaan yang tajam antara pengertian raja dan tiran. Raja dibatasi oleh undang-undang. Rakyat membuat undang-undang didalam badan perwakilan rakyat, sedangkan hakim yang berdiri bebas harus menafsirkannya, jika terdapat kekurangan-kekurangan. Mereka mempertahankan moral umum didalam negara. Apabila raja memperoleh kekuasaannya tanpa bantuan rakyat, atau melakukannya secara tidak adil, maka ia adalah seorang tiran. Pendapat Buchanan mengenai persoalan diatas berdasarkan Kitab Suci.
Sang tiran boleh dibunuh tanpa hukuman. Hak untuk membunuh seorang tiran haruslah mempertahankan undang-undang dari rakyat. Akan tetapi rakyat seluruhnya harus lebih dulu meminta pertanggungjawaban dari raja; jika bukan seluruh rakyat, maka dapatlah ini dilakukan oleh jumlah terbesar dari rakyat atau beberapa orang.

4.      Althusius (1610)
Karya utama Althaus adalah “Politica Methodice Digesta” (1610), yaitu “Susunan Ketatanegaraan yang sistematis, diperkuat dengan contoh-contoh dari Sejarah biasa dan Sejarah suci”. Menurut Althaus, tiap manusia berdasarkan suatu kontrak, lahir peraturan-peraturan untuk persekutuan berdasarkan hubungan kekuasaan dan kepatuhan. Pendirian yang organis mengenai negara ini menyebabkan ikatan-ikatan bawahan yang merupakan anggota negara.
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kepentingan jasmani dan rohani dari anggota-anggota negara. Kekuasaan ada ditangan rakyat sebagai keseluruhan. Semua orang adalah bebas dan sama, maka kekuasaannya harus berdasarkan persetujuan mereka yang ada dibawah tersebut. Karena itulah ada suatu kedaulatan yang terletak ditangan rakyat seluruhnya, yang tak dapat diasingkan atau dipindahkan, kedaulatan itu menjelma dalam undang-undang, yang harus dilaksanakan oleh para pegawai.
Para pegawai terdiri atas seorang kepala dan para pengawas yang mengamati berlakunya undang-undang dan adat istiadat. Kepala pegawai terikat oleh suatu perjanjian dengan rakyat untuk menjalankan undang-undang, sedangkan rakyat berjanji untuk taat. Dari keadaan seperti inilah lahir sifat monarchomachis. Rakyat boleh melakukan perlawanan bagi raja yang sewenang-wenang bahkan membunuhnya. Namun, para pengawas yang harus melaksanakan hal tersebut. masing-masing warga hanya melakukan perlawanan secara pasif.

5.      Mariana
Juan de Mariana dianggap memiliki pandangan istimewa karena pandangannya tentang pembunuhan terhadap tiran yang dibenarkan olehnya. Akan tetapi, Mariana menganjurkan pembunuhan dilakukan secara diam-diam, sesuai cara Machiavelli, tidak secara terang-terangan. Negara sebagai suatu masyarakat, lebih rendah kedudukannya dari gereja dan bahwa tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan tatasusila.

6.      Bellamin
Monarchi absolut merupakan bentuk pemerintahan yang paling baik dalam teori, akan tetapi kekurangan-kekurangan akhlak manusia membuat prakteknya berlainan. Bellamin dalam karangannya “Dispotationes” mengajarkan, bahwa Paus tidak mempunyai kekuasaan langsung dalam urusan keduniawian. Bellamin membela dengan bersemangat pemerintahan absolut dan kekuasaan yang berasal dari Tuhan.

7.      Suarez
Karangan Suarez yang berjudul “Tractatus de Legibus ac Deo Legislatore (Uraian tentang Undang-udang dan Tuhan, Pembentuk Undang-undang 1613). Pokok pangkal dari pandangannya ialah bahwa semua makhluk yang bersusila dalam segala hubungan-hubungannya ditentukan oleh undang-undang, yakni suatu peraturan umum untuk masyarakat yang telah diumumkan sebaik-baiknya dan yang harus memuat unsur kemauan dan unsur akal.
Hukum alam itu tak berubah, baik manusia, maupun pembuat undang-undang, bahkan Paus sendiri tak dapat mengubahnya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya dapatlah diusahakan penyesuaian dengan keadaan, karena Tuhan sebagai pemilik alam semesta, dapat menempatkan objek diluar lingkungan kekuasaan undang-undang.
Menurut Suarez, tidak ada negara yang dapat berdiri sendiri tanpa berhubungan dengan negara lain. Negara bukan hanya gabungan orang-orang tanpa kesatuan hukum dan tatasusila, tetapi merupakan kesatuan berdasarkan tindakan kemauan atau karena persetujuan umum. Bentuk moarchi adalah bentuk pemerintahan yang paling baik, dimana kekuasaan raja berasal dari rakyat. Tetapi apabila kekuasaan ini sudah diserahkan, maka rakyat selalu terikat, kecuali dalam hal tirani. Peraturan yang dikeluarkan oleh raja yang tak beriman atau raja tanpa susila, tidak mengikat rakyat, sedangkan peraturan hukum alam lebih tinggi dari kekuasaan manusia manapun juga.
Pada akhir tahun 1572 rakyat Inggris telah menjatuhkan dan melaksanakan secara resmi hukuman mati atas rajanya, Charles I. Disini, ajaran tentang perlawanan terhadap raja mengalami puncaknya dalam prakteknya, tetapi sekaligus juga sampai pada akhirnya. Dengan ini, berakhirlah usaha untuk, dengan bantuan ajaran tentang kekuasaan raja yang asalnya dari Tuhan.

8.      Milton
Milton dengan terus terang menyatakan bahwa ia adalah penganut pendirian monarchomachis seluruhnya, sehingga ia juga menyetujui pelaksanaan hukuman mati. Orang yang mendapat perintah untuk memerintah dan ada pada kepentingan rakyat yang harus diselenggarakan. Rakyat menjadi sumber kekuasaan pemerintahan, sehingga kedaulatan rakyat itu benar ada.

Dengan ini sampailah kita pada penghabisan ajaran monarchomachi. Orang tidak dapat menghalang-halangi, bahwa pemerintahan absolut telah bertahan sebagai bentuk negara umum yang mengkhaskan masanya. Keberatan dan penolakan mereka yang kebanyakan bersifat keagamaan tidak dihiraukan lagi, dalam berhadapan dengan kepentingan konkret yang dikemukakan oleh pemerintahan absolut. Keberatan tetap yang tidak hanya diajukan dalam perihal raja yang mengabaikan aturan-aturan keagamaan, melainkan dalam tindakan mereka yang sewenang-wenang, yang lahir dari kekurangan mereka sebagai manusia.

Daftar Pustaka

Schmid, J.J Von, Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum, Jakarta: PT. Pembangunan, 1988.

Tuesday, April 30, 2013

April was ended

at 4/30/2013
hoyaa! semangat. hari ini tanggal 30 April yah. dua presentasi sekaligus, buat saya agak menjadi zombie beberapa hari belakangan. ya gimana engga, tidurnya jam 3 bangunnya jam 5. great!
ngerjai tugas ini, itu demi presentasi hari selasa.


Friday, April 19, 2013

sosialitas dan kebebasan dalam kasus penyerangan LP Cebongan

at 4/19/2013
Beberapa waktu lalu, seluruh rakyat Indonesia digegerkan oleh sebuah berita tentang penyerangan sebuah lembaga pemasyarakatan disalah satu wilayah di Yogyakarta. Penyerangan tersebut mengakibatkan empat orang korban tewas. Pelaku penyerangan tersebut diduga berasal dari kelompok tertentu. Masyarakat terbentuk menjadi suatu kelompok-kelompok tertentu dengan berbagai motif dan tujuan. Masyarakat tersebut terwujud berkat manusia saling bertemu dan bersatu, saling setuju dan sepakat, untuk hidup dalam ikatan sosial[1]
Penyerangan terhadap sebuah lembaga pemasyarakatan merupakan tindakan kriminal yang sangat mencoreng citra hukum Indonesia. Tempat yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman bagi pelaku kejahatan setelah divonis di pengadilan, menjadi tempat yang paling menakutkan pada saat itu.
Setiap manusia memiliki jiwa individualitas dan sosialitas. Sosialitas berarti melibatkan diri dengan orang lain, karena manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Sosialitas dapat dipahami secara negatif, karena individu dapat berbahaya bagi individu yang lain[2]. Seperti teori Homo homini lupus Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa manusia adalah ‘serigala’ bagi manusia lain. Term serigala dalam teori tersebut dapat diartikan sebagai sebuah ancaman yang mengganggu manusia lain. Ancaman dapat berupa gangguan fisik atau mental yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti sosial, politik, ekonomi, dsb.
Dalam taraf tertentu, tingkatan manusia dan hewan bisa saling bertukar. Ketika hewan telah dijinakkan, dia akan dengan mudah diatur. Tetapi, manusia bisa termasuk dibawah tingkatan hewan ketika membunuh sesama manusia. Hewan yang satu spesies bahkan tidak saling membunuh dalam mempertahankan hidup. Namun, manusia bisa saling membunuh demi kepentingan individu ataupun kelompok, seperti yang terjadi pada penyerangan LP Cebongan. Hak hidup manusia tidak lagi diperhatikan atas nama solidaritas.

Kasus Penembakan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan
Penembakan Cebongan adalah peristiwa penembakan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 23 Maret 2013. Penembakan dilakukan oleh beberapa orang tak dikenal dan menyebabkan empat orang tewas. Empat korban tewas merupakan pelaku pengeroyokan seorang anggota Kopassus bernama Heru Santosa hingga tewas di Hugo’s Café beberapa hari sebelumnya
Menurut berita dalam situs kompas pada Jumat, 12 April 2013, penyerangan itu disebut berlatar belakang jiwa korsa (korps kesatuan) yang kuat terkait pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe pada 19 Maret 2013. Empat tersangka pembunuhan Santosa yang kemudian ditembak mati, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait[3]. Keempat korban berasal dari Nusa Tenggara Timur, dengan rincian tiga orang berasal dari Kupang dan satu orang berasal dari Flores.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro  menganggap penyerangan lapas hingga pembunuhan empat tahanan merupakan spontanitas dan tidak direncanakan. Selain itu, kata Purnomo, jajaran pimpinan TNI tidak mengetahui peristiwa tersebut, apalagi menjadi kebijakan[4].
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar berpendapat bahwa ada kemungkinan penyerangan tersebut terkait dengan peredaran narkoba di Indonesia. Dugaan ini muncul karena salah satu korban tewas dalam penembakan itu diduga memiliki informasi mengenai peredaran narkoba. Bambang lebih jauh menjelaskan bahwa ada kecenderungan konflik antaragen bandar, yaitu polisi yang meninggal (salah satu korban penembakan) dengan Heru Santosa. Bambang bahkan mengatakan bahwa kedua pihak tersebut sama-sama berada di bawah kekuasaan sebuah mafia narkoba[5].
Mantan Panglima Kodam IV Diponegoro Mayjen TNI Hardiono Saroso, mengakui merasa bangga terhadap jiwa korsa kesatria 11 prajurit anggota Kopassus TNI AD di Grup II Menjangan, Kartosuro, Sukarjo[6]. “Saya merasa bangga dan hormat sesama prajurit TNI AD yang memiliki jiwa korsa kestaria yang mengakui atas perbuatan dan tindakannya. Dan Saya bangga atas solidaritas prajurit yang mempertahankan negara ini,” tegasnya usai acara Pelepasan Pangdam IV Diponegoro, di Makodam IV Diponegoro, jalan Perintis Kemerdekaan, Semarang, Rabu (10/4).

Relevansi Filsafat Manusia terhadap Kasus Penyerangan LP Cebongan
Masyarakat terbentuk menjadi suatu kelompok-kelompok tertentu dengan berbagai motif dan tujuan. Masyarakat tersebut terwujud berkat manusia saling bertemu dan bersatu, saling setuju dan sepakat, untuk hidup dalam ikatan sosial. Solidaritas adalah prinsip yang menggambarkan adanya sikap kepedulian setiap individu untuk memberikan sumbangan kepada kelompok[7].
Manusia merupakan makhluk yang bebas. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang ‘terbatas’. Kebebasan manusia dibatasi oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat. Konflik merupakan salah satu fenomena ketidakpahaman manusia terhadap apa yang dimaksud dengan bebas itu sendiri[8]. Begitu pula yang terjadi pada kasus penyerangan di LP Cebongan beberapa waktu lalu. Penyerangan tersebut dilatarbelakangi oleh solidaritas kelompok tertentu yang telah mendapat ‘gangguan’ dari kelompok lain. Atas dasar pembelaan kelompok, sejumlah Kopassus menyerang lembaga pemasyarakatan yang menahan pelaku pembunuhan salah seorang anggota Kopassus.
Kolektivisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa kebersamaan adalah tujuan pada dirinya sendiri. Prinsip ini lebih mengutamakan sifat manusia sebagai makhluk sosial. Individu tidak bernilai pada dirinya sendiri, melainkan hanya sejauh memajukan keseluruhan. Paham ini membenarkan bahwa individu dikorbankan demi tujuan-tujuan politik atau kepentingan ekonomi suatu kelompok[9].
Demi kepentingan kelompok, anggota Kopassus yang teribat dalam penyerangan LP Cebongan tersebut membunuh empat orang pelaku pembunuhan teman sesama Kopassus. Jika benar adanya indikasi peredaran narkoba dalam kasus penyerangan tersebut, maka teori Homo homini lupus sesuai dengan kasus tersebut. Salah satu agen narkoba menjadi ancaman bagi agen narkoba lain. Setiap spesies bertarung, bahkan dengan cara melawan dirinya sendiri, untuk memperebutkan materi, ruang, dan waktu[10]. Menurut Nietzsche, hidup adalah medan laga tempat seluruh makhluk bertarung agar bisa terus melangsungkan hidupnya. Yang diperlukan dalam pertarungan adalah kekuatan, kebanggan diri, dan kecerdasan.


Penyerangan yang terjadi pada LP Cebongan merupakan salah satu tindakan kriminal melibatkan anggota Kopassus (Komando Pasukan Khusus) yang mengakibatkan empat orang tewas. Penyerangan atas dasar solidaritas ini dilatarbelakangi oleh tindak pembunuhan yang mengakibatkan satu anggota Kopassus tewas. Dalam beberapa sumber, juga disebutkan bahwa latar belakang penyerangan juga disebabkan oleh saingan antar agen narkoba.
Manusia menjadi makhluk yang otonom atas kebebasannya. Namun, terkadang manusia menyalahkan arti dari kebebasan, hingga muncul lah konflik. Karena kodratnya sebagai makhluk sosial, terdapat kelompok-kelompok yang mengatasnamakan sosialitas dalam membela kelompoknya. Manusia didalam kebaikan dan keburukan secara hakiki bersifat sosial[11]. Apapun akan dilakukan oleh manusia demi membela kelompok tertentu, meskipun yang dilakukan itu salah bahkan menyamakan dengan tingkah laku binatang.
Kasus penyerangan LP Cebongan hendaknya tidak terjadi, meskipun Kopassus membela negara dalam rangka penyerangan tersebut. Karena penyerangan tersebut seolah-olah mengabaikan hukum yang telah berlaku di Indonesia. Hakikat dari sosialitas pun menjadi negatif, karena penyerangan berawal dari ‘sosialitas’. Oleh karena itu, sosialitas dan kebebasan harus dipahami dan diterapkan secara positif agar tidak terulang kasus penyerangan seperti yang terjadi pada LP Cebongan. 


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, Filsafat Manusia: Memahami Manusia melalui Filsafat, Bandung: PT Remaja Rosdakarya , 2006.
Bakker, A., Antropologi Metafisik, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Maharani, Septiana D., Filsafat Manusia Unsur-Unsur dan Problematikanya, Yogyakarta: Kepel Press, 2008.
Siswanto, Dwi, Alam Pemikiran Filsafat Manusia, Yogyakarta: Pustaka Raja, 2005.

Sumber lain:
http://id.wikipedia.org/wiki/Penembakan_Cebongan diakses pada 12 April 2013, pukul 20:05



[1] Dwi Siswanto, Alam Pemikiran Filsafat Manusia, 2005. Hlm. 67.
[2] Septiana Dwiputri Maharani, , Filsafat Manusia dan Unsur-Unsur Problematikanya, 2008. Hlm. 38.
[7] Dwi Siswanto, ibid. Hlm. 67-69.
[8] Septiana Dwiputri Maharani,  ibid.  Hlm.30.
[9] Dwi Siswanto, ibid. hlm. 80
[10] Zainal Abidin, Filsafat Manusia, 2006. Hlm. 81.
[11] Anton Bakker, Antropologi Metafisik, 2000. Hlm. 52.

Monday, March 18, 2013

kelemahan teori behaviorisme - filsafat komunikasi

at 3/18/2013
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons terhadap rangsangan akibat dari adanya interaksi. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati.

KELEMAHAN TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIOURISME
  1. Teori behavioristik adalah penerapan teori yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan karena otoriter komunikasi berlangsung satu arah. Contohnya guru melatih dan menentukan apa yang harus di pelajari siswa. Teknik peneguhan hanya sesuai diaplikasikan kepada pengajaran tetapi tidak kepada masalah pengajaran. Teori ini hanya tertumpu kepada tingkah laku yang boleh dilihat saja tanpa mempedulikan yang tidak tampak, seperti aktiviti mental.
  2. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
  3. Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.
  4. Teori Behaviorisme hanya relevan dengan tingkah laku yang dilihat dan menyediakan istilah-istilah yang tidak berguna sewaktu menentukan objektif  untuk pembelajaran. Ada kalanya, objektif tingkah laku tidak dapat menentukan tingkah laku yang hendak diajar dan seterusnya menyebabkan pengajar keliru dan tidak pasti sama ada dia harus memberikan tumpuan terhadap ujian ataupun kepada objektif pembelajaran.

Sumber :
http://chedinpjk.blogspot.com/2012/07/kelemahan-teori-pembelajaran.html    (diakses pada tanggal 11 Maret 2013, 16.43)

Thursday, December 27, 2012

1st report : efisiensi studi lapangan fakultas filsafat

at 12/27/2012
 Hahaha, akhirnya kebagian nulis juga di BPMF Pijar. ya secara gitu, aku kan divisi produksi dan artistik, yang kerjanya dibidang layouter, fotografer, ilustrator, dsb.
jadi, ini tulisan pertama aku loh masuk buletin sekeren Pijar ;)

nulisnya bareng si Sosi, temen se-Pijar angkatan 2012
lets see yaaaa...

Menjelang penghujung semester ganjil tahun ajaran 2012-2013, Mahasiswa Fakultas Filsafat digegerkan dengan beredarnya desas-desus pelaksanaan studi lapangan secara besar-besaran. Keriuhan tersebut berawal ketika mencuat kabar bahwa Fakultas Filsafat telah menerima bantuan dana sebesar Rp 3,2 milyar.

Mustofa Anshori Lidinillah, wakil dekan bagian administrasi umum , membenarkan adanya kegiatan kuliah lapangan ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya, Kamis (29/11). Bahkan, dia mengaku telah melakukan sosialisasi sejak awal semester.

“Sosialisasi kepada mahasiswa telah lama dilakukan, bahkan pada awal semester ganjil tahun ajaran 2012-2013. Namun, persiapan real dilaksanakan setelah ada kepastian dari pihak pemerintah” kata pria yang pernah menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya X dari Pemerintah Republik Indonesia tahun 2008.

Musthofa Menambahkan bahwa pada semester ganjil tahun ajaran 2012-2013, Universitas Gadjah Mada (UGM) mendapatkan kucuran dana sebanyak Rp 93 Milyar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BO-PTN). Dari jumlah itu, Fakultas Filsafat memperoleh ‘jatah’ Rp 3,2 Milyar.

Sayangnya, realisasi dan pelaksanaan kegiatan studi lapangan terhambat persoalan menejemen waktu. “Banyak kegiatan yang harus dilaksanakan sebelum tanggal 10 Desember. Karena Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) harus masuk sebelum tanggal tersebut,” jelas Musthofa.

Akibat BO-PTN tersebut banyak mata kuliah mengajukan proposal untuk melaksanakan studi lapangan. Beberapa matakuliah yang merencanakan kuliah lapangan adalah mata kuliah Filsafat Nilai, Filsafat Pancasila, dan Filsafat Komunikasi. Yang terakhir adalah mata kuliah Filsafat Agama dan Filsafat Bahasa yang mengadakan wisata ceria ke Bali. Padahal, semester-semester sebelumnya mata kuliah tersebut jarang atau bahkan belum pernah melakukan studi lapangan.

Memang ada perbedaan mencolok jumlah mata kuliah yang mengadakan studi lapangan semester kali ini dengan semester sebelumnya. Sebagai pembanding, mata kuliah yang rutin mengadakan studi lapangan misalnya, Filsafat Keindahan (Estetika) dan Filsafat Seni.

Dra. Kartini Pramono, M. Hum, salah satu pengajar di Fakultas Filsafat, mendukung kuliah lapangan ini. Menurut dia, maksud aktivitas belajar di lapangan adalah mengenalkan secara langsung materi kepada mahasiswa sekaligus sebagai bentuk Tri Dharma perguruan tinggi, khususnya penelitian.

Selain mengenalkan seni dan estetika di kehidupan nyata, tambah dosen yang sering mengampu mata kuliah Estetika ini, manfaat yang diberikan kuliah lapangan adalah pemberdayaan komoditas biasa menjadi barang seni yang memiliki nilai estetika tinggi.

Walau begitu, dia mengakui pelaksanaan kuliah lapangan masih mempunyai kendala. Misalnya pada semester ini, hambatan muncul dari segi birokrasi, yaitu waktu pengajuan SPJ yang terlalu pendek. Di sisi lain, kurangnya apresiasi mahasiswa terhadap kuliah lapangan serta adanya dana-dana yang tak terduga.

Studi lapangan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dana yang dipakai untuk model belajar dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang biasa dilakukan oleh mahasiswa matakuliah estetika dan filsafat seni bersumber dari Biaya Operasional Pendidikan (BOP). Selain mendapat dari dana BOP, mahasiswa juga harus membayar sejumlah iuran agar mencukupi biaya yang diperlukan selama melaksanakan studi lapangan.

Tetapi menurut Kartini, masalah dana bukanlah persoalan besar. “Yang penting mahasiswa mendapatkan esensi dari kuliah lapangan ini karena filsafat tidak hanya abstrak, filsafat juga harus melihat realitas, khususnya filsafat estetika,” tandasnya.

Kuliah lapangan tidak hanya memberikan manfaat kepada peserta kuliah yang semata-mata berrsifat akademik. Mahasiswa juga bisa memperoleh keuntungan lain. Hal itu disampaikan Koesmawan Shaifullah, mahasiswa Fakultas Filsafat angkatan 2008. “Selain menerapkan teori, manfaaat studi lapangan lainnya ialah sebagai ajang refreshing dan mempererat persahabatan antar-mahasiswa filsafat,” kata mahasiswa yang kerap dipanggil Gusma.

Di lain pihak, Nilli Indriyani mahasiswa Fakultas filsafat angkatan 2011, menyangsikan efektivitas studi lapangan untuk belajar secara langsung dengan keadaan sekitar dan mengadakan penelitian lapangan. “Tujuan utama kuliah lapangan kan adalah hasil penelitiannya, tapi kalo dilihat dari studi lapangan yang sudah berjalan, terkesan penelitian itu urusan kedua,” tandasnya.

Dana BO-PTN Fakultas Filsafat dialokasikan juga untuk kegiatan-kegiatan lain, seperti penelitian dosen dan penyusunan bahan ajar. Termasuk diantaranya pembelian manuscript, naskah-naskah dan pengumpulan dokumen-dokumen kearifan nusantara yang mencapai angka Rp 607 juta.

Angka tersebut cukup fantastis mengingat anggaran fakultas filsafat yang bersumber dari pembayaran BOP mahasiswa guna pembelian koleksi buku perpustakaan hanya berkisar pada 25-30 juta per-tahun. Itu pun seringkali tidak terpenuhi karena berbagai faktor. Seperti penunggakan pembayaran BOP oleh mahasiswa atau karena dipakai untuk perawatan fasilitas sarana prasarana perkuliahan.

Kondisi tersebut dibenarkan Widayati, salah satu pegawai perpustakan fakultas filsafat. Menurutnya, selama ini pembelian buku perpustakaan selalu dilakukan mandiri. Dana yang didapatkan pun tidak begitu besar, hanya berkisar 500 ribu rupiah. “Perpustakaan membeli buku dari uang denda, bebas pustaka dan juga hibah dari para wisudawan sebagai syarat kelulusan” tuturnya.

Lebih lanjut, Widayati memaparkan, pada tahun 2009, Fakultas Filsafat mendapatkan suntikan dana sebesar Rp 200 juta melalui program World Class Research University (WCRU) yang dicanangkan oleh pemerintah. Hampir seluruhnya digunakan untuk pembelian dan perawatan buku.

Bagi sebagian mahasiswa, studi lapangan merupakan salah satu ‘jembatan’ antara teori dan realitas. Melalui kuliah lapangan mahasiswa diharapkan mampu menerapkan ilmu yang diperoleh di perguruan tinggi ketika terjun langsung ke masyarakat. Hanya saja, studi lapangan menjadi ‘refreshing time’ semata tatkala tidak dipantau dengan baik dari pihak akademik. Sebab, seringkali laporan dari hasil studi lapangan dibuat asal-asalan.

Meningkatkan kualitas mahasiswa tidak hanya dengan mengadakan studi lapangan ‘berjamaah’ tetapi tidak secara ‘istiqomah’. Apalagi dengan persiapan seadanya dan dilakukan secara tergesa-gesa. Di pihak lain, memperkaya pustaka di perpustakaan juga perlu diperhatikan. Akhirnya, milyaran rupiah terhambur sia-sia manakala digunakan tidak bijaksana. 

Editor : Amir Fawwaz & Alfian Syafril
 

r e g e n b o g e n Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review