Thursday, February 12, 2015

anak soleha

at 2/12/2015
"Alhamdulillah, rejeki anak soleha!"
Tak jarang ku dengar kalimat itu terlontar dari mulutnya. Ya, iya selalu menganggap dirinya (atau malah mendoakan) sebagai seorang anak yang soleha alias taat kepada orang tua dan agama. Putri, sebut saja begitu nama aslinya. Entah kenapa akhir-akhir ini ia melabelkan dirinya anak soleha.

Ketika ia sedang berlibur pulang ke kampung halaman, tak jarang ia membantu pekerjaan ibunya di rumah. Memasak, membersihkan rumah, mengerjakan beberapa laporan pekerjaan ibunya, hanya sekedar mengisi waktu luang. Maklum, ia masih seorang remaja yang menjadi perantau karena harus kuliah di luar daerah asalnya sehingga jarang sekali ia bertemu ibunya. Semua yang dilakukannya di rumah hanya sekedar mengisi kekosongan yang akan lebih penat ketika ia tidak mnegerjakan apapun.

Suatu ketika, saat anak soleha ingin menonton tv ia pun mengeluh. Untuk apa sekedar menonton tv, membuang waktu padahal masih bisa mengerjekan pekerjaan lain. Seketika ia langsung mengambil setrikaan dan baju-baju yang belum di setrika sehabis di cuci. Tulus. Ia hanya ingin menghabiskan waktunya dengan hal-hal produktif. Menonton tv sebagai hiburan dan menyetrika sebagai selingan. Meskipun memakan waktu yang begitu lama dibanding fokus menyetrika, ia tetap senang karena setidaknya kemauannya untuk menonton tv tetap terlaksana sembari menonton.

Ketika ibunya pulang dari bekerja, beliau trkejut melihat pakaiannya yang sudah rapi. Ia menanyakan hal tersebut ke anaknya. "Siapa yang menyetrika baju mama, dek?", tanya ibunya. "Adek, ma. Tadi mau nonton tv doang, tapi sekalian lah nyetrika baju", jawabnya santai. "Wah, anak soleha" jawab ibunya sambil pergi. Dan si Putri pun bingung, apa yang spesial ketika ia ingin menonton tv dan menyetrikka sebagai selingan? tapi ia senang karena ia mendapat gelar anak soleha, karena ia ingin menamai dirinya, yang hingga saat ini ia tidak memiliki label yang tepat yang menggambarkan dirinya.


Iya. Mungkin dari penggalan cerita tersebut yang membuat ia menamai dirinya sebagai anak soleha. Setiap apapun yang dialaminya, selalu ada embel-embel anak soleha di belakang kalimatnya. "Rejeki anak soleha", "Anak soleh capek", "anak soleha mau bekam orang dulu" dan masih banyak kalimat-kalimat lainnya.


Suatu hari, hal-hal yang tidak disangka terjadi pada si anak soleha. Saat itu, tanggal 1 Februari dan ia sedang liburan di luar kota. Ia baru tersadar bahwa ia belum daftar ulang kuliahnya yang berakhir tanggal 31 Januari kemarin. Ia masih sedikit santai dan agak bermalas-malasan ke Anjungan Tunai Mesin sekedar membayar uang kuliah yang ia miliki dari tabungannya. Ia pun lupa untuk meminta kepada orang tuanya, karena ia pikir ia masih memiliki tabungan dari hasil -kuliah KERJA nyata- nya. Sampai didepan ATM, ia mulai sedikit panik karena tagihan untuk daftar ulangnya tidak tercantum. Si anak soleha mulai mencari cara agar ia tetap bisa membayar untuk kuliahnya semester depan.

Alhasil, ia harus melapor ke fakultas, dan diajukan kolektif ke universitas karena sistem yang teramat disiplin saat ini. Sembari beberapa hari menunggu kepastian, anak soleha mencoba menghibur diri dengan melihat nilai-nilai yang keluar dari semester kemarin. Astaga! portal yang biasanya ia gunakan untuk melihat dan mengurus berbagai sistem online juga berubah. Apa-apaan sistem kampus ini! semakin kapitalis saja! Tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi kepada mahasiswa bahwa sistem online kampus sudah berubah. Baiklah, karena anak soleha tidak begitu memusingkan sistem (karena ia lebih memikirkan bagaimana nasibnya semeter depan karena lupa bayar spp), akhirnya ia ikuti sistem yang terlalu banyak syarat hanya sekedar untuk melihat nilai.

Pengisisan Evaluasi Dosen oleh Mahasiswa (EDoM) lumayan rumit untuk melihat nilai satu mata kuliah. Penilaian yang sedikit asal-asalan pun tidak akan diterima karena menggunakan alur logika informatika. Pengisian manual yang biasanya dilakukan seseudah menyelesaikan ujian akhir semester dengan isian 'baik' semua akan invalid. Begitu pula jika kita memilih 'cukup' atau 'baik sekali'. Maka, ada rumusan yang lebih mutakhir dibanding kita bingung memilih bagaimana mengevaluasi dosen tersebut.

Setelah berkutat dengan 10 EDoM, akhirnya keluarlah nilai yang ditunggu-tunggu. Ups! "Alhamdulillah, rejeki anak soleha!!!" sambil senyum sumringah dan diteruskan dengan sujud syukur, ia melihat nilai yang memuaskan. sangat memuaskan. 9 nilai yang keluar, sisa 1 mata kuliah yang belum menunjukkan nilainya. deretan angka 2 sks, nilai A, dan bobot 4.00, meluncur dengan indahnya. si anak soleha lupa bahwa ia sedang menunggu bagaimana keputusan ibu rektor mengenai #TelatSPP.

Namun tak lama, ia celetuk "Yah, apa gunanya IP 4, kalo semester depan mesti cuti". ada sedikit kekecewaan terhadap dirinya karena begitu khilaf hingga lupa membayar spp. "Tak pe, tak pe, anak soleha harus kuat!" ketika kepastian cuti sudah diambang pintu, ia hanya bisa bersedih. dengan berbagai alasan, ia diharuskan cuti. padahal, anak soleha sedang semangat mengejar kata lulus dengan segala macam target yang dibuatnya. tapi ia berbisik, ada kejutan lain yang akan diberikan Allah untuk anak soleha.

Ada satu hal yang lebih mengejutkan bagi anak soleha. ketika ia masih tenggelam dalam kesedihannya, ia masih iseng untuk membuka 'portal yang baru' hanya sekedar menghibur hati. dan satu hal yang tak di sangka, ketika ia mengklik rekap nilai ada satu bagian yang membuat ia terkejut. begitu terkejut dan senyum-senyum. ia lupa bahwa selama ini ia konstan mengambil 20-21 sks tiap semesternya. meskipun ada satu semester yang diampu 24 sks olehnya. sks kumulatif yang ditunjukkan di portal barunya yaitu sebanyak 143. ma, harusnya anak soleha udah lulus!, bisiknya dalam hati. Ia tidak habis pikir, ia menempuh sks yang berlebihan hanya sekedar untuk mengejar ujian skripsi di semester ini. tapi, niatan itu pupus karena ia harus cuti kuliah.
"Alhamdulillah, rejeki anak soleha!"

Masih ada satu hal yang mengganjal di hati si anak soleha. Handphone yang belum genap setahun ia membelinya beberapa minggu yang lalu jatuh dan menyebabkan sebagian touchscreennya lumpuh alias tidak bisa digunakan. beberapa hari juga ia menunggu touchscreen yang dibelinya secara online. Karena kecerobohan tukang servis, hp yang dimilikinya bukan membaik, malah tidak bisa digunakan. dan si tukang servis pun tidak mau tangganung jawab. ah sudahlah, anak soleha capek,
banyak hal yang ia pikirkan untuk sekedar menghiburnya.
oke, tak apa. anak soleha masih bisa beli hp baru dari sisa uang tabungan yang ia miliki dari kerja nyata dari kuliahnya beberapa bulan lalu.
"Masya Allah, cobaan untuk anak soleha!"


Semoga ia tetap menjadi anak soleha tanpa ada embel-embel buruk dan pikiran negatif yang menghinggapinya ..




















 

r e g e n b o g e n Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review