Wednesday, April 27, 2016

Empat Taraf dalam Human - Anton Bakker

at 4/27/2016
Pernah suatu ketika mendapat materi kuliah di Filsafat Sejarah yang cukup menarik. Entah karena memang isi materi yang menarik atau kemampuan Bapak Dosen menyampaikan materi sedemikian rupa hingga masih terngiang sampai sekarang.

4 Taraf dalam Human
yang paling bawah adalah ekonomi
setingkat di atasnya adalah sosial - politik
lalu ada tingkatan humanistik
dan yang paling tinggi ialah religius



Sebentar, sebelum menceritakan lebih lanjut (di sini saya tidak bermaksud menggurui), taraf dalam human bukan menuju ke jurusan pendidikan. tidak banyak hubungan antara jurusan pendidikan dgn taraf dalan human.

Ketertarikan saya bermula ketika ekonomi menjadi tingkatan terendah dalam taraf manusia. Manusia dikatakan sebagai homo economicus. Pada tingkatan ini, manusia terlihat sebagai makhluk individu. Penekanan terhadap untung rugi dan hal-hal yang berkaitan dengan material menjadikan manusia berada dalam taraf paling bawah.
Taraf selanjutnya ialah sosial-poliitik. Setelah manusia mengejar hal-hal yang berbau materi, ia beralih untuk mengejar kekuasaan. Sudah menjadi kodrat manusia untuk berkuasa. Jelas ada keterkaitan antara zoon politicon dengan homo homini lupus. Di satu sisi manusia hidup membentuk kelompok-kelompok. Namun, di sisi lain, manusia menjadi serigala bagi sesamanya. Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan  segala  sesuatu,   karenanya   yang   menentukan adalah kekuatan. Yang kuat akan mempunyai hak lebih besar daripada yang lemah. Untuk itu lah diperlukan kekuasan.
Taraf selanjutnya yaitu humanis. Pendidikan, moral, adat, kesenian, kekeluargaan, dll masuk ke dalam kategori humanis. Hal-hal yang dilakukan manusia tidak lagi mengejar materi dan kekuasaan, tetapi ia menjunjung tinggi rasa kemanusiaan terhadap sesama. Pada tingkatan ini, manusia dikatakan sebagai homo socius.
Taraf tertinggi dalam manusia adalah religius. Pada taraf ini, manusia menitikberatkan pada kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan. Tidak sekedar mencari keuntungan dan mengumpulkan materi di taraf ekonomi, tidak menomorsatukan kekuasaan, melakukan hal-hal sosial bagi orang banyak, hingga sampai di taraf religius bagi dirinya sendiri.

Kalau saya boleh berpendapat tentang 4 Taraf dalam Human-nya Anton Bakker di atas, saya ingin menggunakan analogi.

Pada taraf terendah (ekonomi), manusia ditekankan sebagai makhluk individu. Ini diasumsikan sebagai Manusia untuk ‘satu’. Bertahan hidup untuk dirinya sendiri.

Pada taraf kedua (sosial-politik), ketika ‘satu’ sadar bahwa dalam pencapaian ekonomi pun tidak bisa berjalan sendiri, ‘satu’ memerlukan bantuan manusia lain. Namun, jangan sampai manusia lain malah merugikan si ‘satu’. Untuk itu, diperlukan kekuasaan untuk menggerakkan manusia lain, agar ‘satu’ mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan. ‘Satu’ harus berkuasa terhadap ‘dua’, ‘tiga’, ‘empat’, dan lainnya.

Pada taraf ketiga (humanis), tingkatan dimana ‘satu’ tidak ingin berjalan sendiri. Tidak ingin sejahtera sendiri hanya sebagai ‘satu’ seorang diri. Mungkin ‘satu’ sudah memiliki materi (harta) atau bisa jadi ia tidak memikirkannya. Mungkin ‘satu’ sudah memiliki kekuasaan atau bisa jadi ia tidak ingin berkuasa. Yang jelas, ‘satu’ ingin memperjuangkan hak-hak manusia atas nama humanistik dan sosial.

Taraf tertinggi (religius), manusai memahami bahwa ‘satu’, ‘dua’, ‘tiga’, dan lainnya ialah makhluk ciptaan Tuhan. Semua yang tercipta di dunia ini ada yang menggerakkan dan itu bukan oleh tangan manusia. Sehingga, ‘satu’ hanya terfokus pada ‘Sang Pencipta’. Terlepas dari ia memiliki atau tidak mengenai materi, kekuasaan, dan sikap humanis, ‘satu’ menyadari bahwa bagaimanapun ia hidup di dunia, ia harus tetap dekat dengan ‘Sang Pencipta’.

Ironisnya, menurut pendapat pribadi saya, sebagian orang menggunakan tameng taraf tertinggi  sebagai alat untuk ‘mencari’ keuntungan ekonomi dan sebagai ‘media’ untuk memiliki kekuasaan dalam sosial-politik.

Kenyataan yang dihadapi sekarang ialah, manusia berlomba-lomba untuk mengumpulkan materi demi label sejahtera. Tidak cukup berhenti disitu, ia berlomba untuk mencuri perhatian publik agar dipilih menjadi pemimpin (red: penguasa). Namun, ada sebagian orang yang tidak memilih sebagai penguasa setelah ia mengumpulkan materi. Ia lebih cenderung untuk membantu kegiatan-kegiatan humanis.

Ada taraf tertinggi dalam manusia setelah humanis, yakni religius. Orang di sekitar lingkungan kita yang benar-benar telah mencapai titik ini tidak lagi memprioritaskan materi dan kekuasaan, melainkan menjalani kehidupan dengan penuh keyakinan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. Berbagai macam ritual agama merupakan salah satu usaha yang dilakukan manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
Namun, sekarang ini banyak sekali perpecahan antar umat manusia yang mengatasnamakan agama. Jika agama menjadi sumber perpecahan bagi sebagian orang, apakah ia benar-benar sudah berada dalam taraf religius?

Tidak! tegas disini saya berpendapat bahwa agama apapun tidak mengajarkan manusia untuk berbuat kerusakan. Orang yang mengatasnamakan agama bahkan Tuhan, lalu memecah belah umat manusia perlu untuk ditelusuri lebih lanjut apa motivasi ia melakukan hal tersebut. Bisa jadi, ia hanya mengejar materi hingga kekuasaan, tetapi mengatasnamakan agama.
 

r e g e n b o g e n Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review